Categories Aksara

Keluh: Surat Untuk yang Maha Agung

“Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
bersatu padu rebut demokrasi,
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia.”

Apakah engkau mendengarnya, wahai?


Suara mereka memenuhi setiap penjuru negeri
engkau tau siapa mereka?


Mereka petani, buruh, rakyat miskin,
korban dari keegoisan para pemberi janji.

Lamat-lamat hilang seluruh harapan
angin datang memikul kecewa.


Asa menjerit mengutuk cahaya.
Persetan kalian semua!

Hamparan hijau di bawah bukit mulai menguning,
sungai kecil mulai mongering,
sapi dan kerbau terkunci dalam kandang
tanda masa sudah hampir tiba.

Wahai tuan dan puan pejabat yang pernah daku hormati,
janji hanyalah sekadar janji.

Lihat pria tua caking di sana
kulitnya gosong terbakar matahari.


Perut kecil, kaki berlumpur, pipi keriput.


Mengusung cangkul berkarat di pundak
mengharap harga yang sebanding dengan pengorbanan.

Wahai tuan dan puan pejabat yang pernah daku hormati,
tanpa rasa malu
tanpa rasa bersalah
engkau manfaatkan dia si petani malang.


Jadi lumbung hartamu yang tak bermakna.

Wahai tuan dan puan pejabat yang pernah daku hormati,
mereka pergi sebelum sang surya datang
mereka kembali saat suryapun juga kembali.


Tidak ada sekalipun merasakan kemewahan
tidak ada rumah nyaman dan puluhan kendaraan.

Wahai tuan dan puan pejabat yang pernah daku hormati,
mereka menahan perut keroncongan.


Memutar otak dan berpikir, “Apakah bisa makan hari ini.”
Di saat engkau, para Tuan perut buncit

Memutar otak dan berpikir:

“Lahan mana yang bisa kucuri hari ini.”

Karya Hana Nafisah Zulfikasari dan Rifqi Maulana Akbar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *