“Semakin kesini HAM di Indonesia ini tidak semakin berkembang tapi semakin direpresi oleh negara” –ungkap Wiryawan, salah seorang massa aksi.
Yogyakarta-Keadilan. Beberapa elemen organisasi mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat di Yogyakarta turun ke jalan melakukan aksi dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh pada Selasa (10/12/2019). Elemen organisasi mahasiswa tersebut tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli HAM (AMPUH). “Ada kisaran hampir 50 organisasi yang ada di Yogyakarta,” kata Pram Taba selaku Koordinator Umum aksi Hari HAM Internasional.
Massa aksi berkumpul di Parkiran Abu Bakar Ali lalu melakukan long march menuju Kantor Gubernur DIY untuk berorasi. Massa aksi menuntut kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus Munir, Wiji Thukul, dan penghilangan orang. Akan tetapi, pihak Gubernur tidak keluar dan melakukan audiensi dengan massa aksi.
Pram menerangkan, salah satu titik fokus dari aksi tersebut adalah bagaimana terjadinya kasus-kasus pelanggaran HAM dan enggannya pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut. “Tuntutan-tuntutan orasi politik kami dari AMPUH itu mendesak bahwa di Yogyakarta itu banyak pelanggaran HAM,” terangnya. Pram juga menyebutkan pelanggaran HAM di regional Yogyakarta berupa perampasan tanah dan upah minimum regional terendah se-Indonesia, “yang kemudian secara nasional kami beranggapan rezim Jokowi-Ma’ruf itu dalang dari segala pelanggaran HAM yang terjadi.”
Terdapat 29 tuntutan dari massa aksi yang ditujukan kepada rezim Jokowi-Ma’ruf, yaitu sebagai berikut:
- Cabut seluruh Undang-Undang (UU) yang anti rakyat dan pro terhadap investasi.
- Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan mengabdi pada kepentingan rakyat.
- Mendukung hak menentukan nasib sendiri untuk bangsa Papua dan bebaskan semua tahanan politik Papua tanpa syarat termasuk Surya Anta tanpa syarat.
- Tarik Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia dari tanah Papua.
- Buka demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat Papua.
- Hentikan operasi militer di tanah Nduga dan seluruh tanah Papua.
- Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis agraria, lingkungan, HAM dan demokrasi.
- Stop diskriminasi dan kekerasan, berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan seks karakteristik.
- Berikan akses dan akomodasi yang layak bagi difabel serta wujudkan pembangunan inklusi bagi difabel.
- Kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi rakyat.
- Tolak reforma agraria palsu Jokowi dan wujudkan reforma agraria sejati, serta bangun industrialisasi nasional.
- Laksanakan land reform dan jalankan semangat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
- Hentikan pembangunan pembangkit listrik di Jawa-Bali serta tolak energi kotor eksploitatif.
- Tutup tambang.
- Tolak proyek strategis nasional dan turunannya.
- Lawan perampasan ruang hidup.
- Sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
- Miskinkan koruptor dan sita semua aset milik koruptor serta hapus grasi untuk koruptor.
- Lawan politik upah murah dan cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 serta wujudkan upah layak nasional sesuai kebutuhan hidup buruh.
- Tolak sistem kerja kontrak, outsourcing, dan pemagangan.
- Lawan pemberangusan serikat.
- Tuntaskan dan adili pelaku pelanggar HAM masa lalu.
- Penuhi hak-hak pekerja informal (buruh gendong, pembantu rumah tangga, pekerja rumahan, sex worker, buruh digital, buruh desain grafis).
- Batalkan kenaikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tarif dasar listrik, dan bahan kebutuhan pokok rakyat.
- Akses kesehatan gratis adalah hak manusia (warga negara).
- Lawan segala tindakan intoleransi dan kekerasan oleh organisasi masyarakat
- Lawan diskriminasi etnis dan agama di Yogyakarta.
- Tolak Sultan Ground/Paku Alaman Ground serta cabut UU Keistimewaan dan audit dana keistimewaan oleh auditor independen.
- Cabut Perda Gepeng (gelandangan dan pengangguran).
Setelah dari depan Kantor Gubernur DIY, massa aksi melakukan long march menuju perempatan Gondomanan untuk berorasi sekaligus mengampanyekan isu kepada para pengguna jalan. Pada saat orasi berlangsung di perempatan Gondomanan, terjadi peristiwa saling dorong antara massa aksi dengan pihak aparat. Namun, konflik sempat redam setelah beberapa aparat dan koordinator lapangan saling menenangkan para pihak yang bersitegang.
Wiryawan, salah seorang massa aksi mengemukakan pendapatnya terkait realitas HAM di Indonesia, “Keadaan HAM di Indonesia saat ini, ya? Suram, buruk”. Dia merasa dewasa ini HAM di Indonesia tidak semakin berkembang namun justru terjadi banyak represi oleh negara. Wirya juga memberikan contoh yaitu Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi serta Rancangan Undang-Undang Permusikan dan Pertanahan yang merupakan cara pemerintah dalam merepresi warganya.
Aksi Hari HAM Internasional ini diakhiri dengan pembacaan tuntutan oleh koordinator umum aksi dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Reportase bersama: Kirana Nandika, Ahmad Wildan, Rizaldi Ageng.
[…] Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru) […]