Oleh : Ronaldo Allen Akbar Gumilang*
Penambangan pasir umumnya berada di daerah pegunungan atau pantai, namun ada pemandangan yang berbeda di kota Yogyakarta. Terdapat penambangan pasir di perkotaan, tepatnya di sungai Code di bawah jembatan Jalan Kolonel Sugiono. Pada kondisi terik kali ini terlihat ada empat penambang pasir sedang aktif menambang di sana, ada yang sedang menggali, ada yang menyaring pasir. Para penambang ini mengaku bekerja dari jam sembilan pagi sampai jam tujuh malam, dan hal ini telah ditekuni sejak tahun 2010. Banyak kendala yang harus dihadapi dalam menambang pasir di sungai Code, apalagi ini termasuk daerah perkotaan.
Salah satu penambang menceritakan bahwa menambang pasir di sungai Code tidak memberikan penghasilan yang pasti karena jumlah pasir yang tidak banyak dan pasir sangat susah didapat, untuk pasir yang penuh dalam satu mobil pick up hanya dihargai 100 ribu rupiah, padahal untuk memenuhi satu mobil pick up, dia membutuhkan waktu dua hari, dan bisa empat hari untuk penambang lain yang berusia lanjut. Meskipun begitu dia tetap memilih untuk menambang di sungai Code karena dekat dengan rumah, sama halnya dengan penambang lain yang sebagian besar adalah warga sekitar sungai.
Hujan memengaruhi berapa banyak pasir yang didapat, karena berpengaruh terhadap derasnya arus sungai. Jika hujan mencakup daerah pegunungan maka ada kemungkinan pasir dari gunung akan terbawa oleh arus sungai, sebaliknya apabila hanya di daerah kota, maka yang dibawa arus sungai hanyalah kotoran dan sampah. Menambang pasir di sungai kota memiliki resiko, selain bisa membahayakan keselamatan saat ada arus sungai yang deras, penambang juga terkena dampak dari limbah industri yang dibuang di sungai yang menyebabkan penyakit kulit. “Tapi ya mau bagaimana lagi? Saya bisanya cuma ini dan dekat dengan rumah” celoteh sang penambang pasir.
*Kader magang LPM Keadilan 2015-2016