Ketentuan mengenai kewajiban satu kali bimbingan yang dilakukan oleh mahasiswa dengan DPA yang tercantum dalam buku pedoman akademik, apakah masih berlaku?
Seorang mahasiswa memerlukan seorang pembimbing dalam meniti pendidikan, baik dalam aspek akademik maupun nonakademik. Kampus menyediakan kebutuhan ini melalui program pembimbingan akademik yang dijalankan oleh Dosen Pembimbing Akademik (DPA). Pembimbingan akademik tersebut dilaksanakan berdasarkan buku pedoman pembimbingan akademik sesuai peraturan dekan.
Buku pedoman pembimbingan akademik memuat ketentuan mengenai kewajiban mahasiswa dalam mengadakan setidaknya satu kali sesi bimbingan dengan DPA. Namun faktanya, ketentuan tersebut tidak dijalankan serta ditemukan mahasiswa yang tidak mengetahui mengenai ketentuan tersebut. “Gak tau sih, gak ada dikasih tau” ucap Adel mahasiswi Program Studi S1 Hukum.
Ketentuan kewajiban satu kali bimbingan ini adalah untuk melakukan bimbingan key-in RAS (Rencana Akademik Semester) sebagai syarat utama untuk mendapatkan kartu ujian. “Ya memang di buku pedoman mahasiswa wajib satu kali bimbingan. Kalau dulu kalau nggak empat kali sekarang kan satu kali. Kenapa satu kali? Karena kalau mahasiswa bimbingan kan kalau ada masalah atau kalau ada hal yang urgent, takutnya nanti malah mengganggu dosennya, efektivitas kerja juga berkurang. Untuk itulah kemudian jalan satu-satunya cara minimal itu satu kali. Tujuannya minimal kalau mau key-in itu bimbingan” jelas Dodik Setiawan selaku Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana dalam wawancaranya.
Sebagaimana dalam buku pedoman pembimbingan akademik, disebutkan bahwa bimbingan wajib merupakan syarat untuk mendapat kartu ujian. Akan tetapi, saat ditanya mengapa hal ini terjadi kaprodi menjelaskan bahwa ketentuan tersebut bersifat wajib tapi tidak bersanksi.
“Nah, mengapa sekarang ini tidak kita buat wajib dan harus membuat acara-acara khusus untuk mereka? Karena kita menganggap mahasiswa itu sudah besar, dan sekarang jalur komunikasi lebih mudah dibanding dulu. Kalau dulu, kenapa kita wajibkan? Karena mahasiswa ada yang tidak mudah ketemu dosennya, dan itu kan harus fisik kalau dulu,” tambah Dodik.
Bimbingan yang dilakukan oleh DPA terhadap mahasiswa, utamanya dihubungkan melalui Google Classroom. Berbagai informasi yang diperlukan oleh mahasiswa juga bisa diketahui melalui platform tersebut. Namun, keadilan menemukan ada mahasiswa yang tidak memiliki akses ke Google Classroom sebagai penghubung antara DPA dan mahasiswa. “Google Classroom? Enggak sih,” ucap Adel ketika ditanya apakah ia memiliki akses ke Google Classroom atau tidak.
Cerita lain juga terdapat di Nurhaliza, mahasiswa Program Studi S1 Hukum. Ia mengungkapkan kendatipun belum pernah berkomunikasi secara langsung dengan DPA, ia telah mencoba menghubungi melalui chat, tetapi tidak mendapat balasan. “Kalau dari DPA-nya langsung belum pernah, tapi saya sempat chat namun tidak mendapat balasan, dan centang dua iya, kemudian saya dikasih nomor asisten, itu pun saya dapat dari Google Classroom,” ungkapnya.
Dalam melaksanakan pembimbingan akademik, DPA dibantu dengan asisten DPA. Nurhaliza mengungkapkan berdasarkan pengalamannya bahwa DPA cenderung bersikap pasif, tetapi asisten DPA aktif. “Kalau dari DPA langsung, menurut saya sangat pasif, tetapi kalo dari asisten, dia lebih aktif,” ucap Nurhaliza.
Terkait hal ini Dodik mengungkapkan pentingnya untuk memberitahukan masalah yang mungkin terjadi terkait dengan dosen dan kinerjanya sesegera mungkin. Menurutnya, tugas pihak program studi adalah untuk mengingatkan akan hal ini, sementara tugas seorang dosen tidak hanya terbatas pada mengajar, tetapi juga membimbing akademik. Dodik juga menyatakan bahwa hal ini telah disosialisasikan sejak awal, termasuk mengenai siapa saja yang akan dibimbing oleh dosen tersebut
Ia juga menambahkan bahwa setiap dosen mempunyai karakter masing-masing dan mengimbau agar mahasiswa merasa wajib untuk meminta bimbingan jika merasa butuh ”Kita perlu tahu juga bahwa setiap dosen punya karakter masing masing, dia punya kesibukan masing-masing dan tadi saya sampaikan bahwa pembimbingan akademik yang butuh itu kan mahasiswa sehingga sekalipun kita wajibkan tapi mahasiswa itu harusnya merasa wajib kalau dia memang pada saat itu situasinya membutuhkan bimbingan akademik” ujarnya.
Terakhir, Adel berharap bahwa kedepannya hubungan antara DPA dan mahasiswanya bisa lebih aktif lagi. Menurutnya, kurangnya komunikasi mengenai hal bimbingan, konsultasi, atau pun informasi-informasi penting harus diketahui agar tidak ketinggalan informasi atau terjadinya miskomunikasi. Terjalinnya komunikasi dua arah antara DPA dengan mahasiswa akan lebih memudahkan mahasiswa dalam melakukan bimbingan akademik maupun nonakademik.
Liputan bersama : Sri Indah Lestari, Farid Faqih, Salsabiella Dhiya, Irvan Haris, Khatibul