Categories Berita

Advokat Pendamping Korban Kekerasan Seksual: Meila Nurul Fajriah Dijadikan Tersangka

Pendamping 30 korban kekerasan seksual di Yogyakarta ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik. Berbagai organisasi masyarakat kecam tindakan kriminalisasi tersebut.

Yogyakarta – Keadilan. Meila Nurul Fajriah seorang advokat dan pendamping korban kekerasan seksual di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta  ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pencemaran nama baik pada (24/07/2024). Penetapan status tersangka ini berdasarkan laporan dari IM, yang pada tahun 2020 terjerat kasus dugaan kekerasan seksual.

Penetapan ini mendapat kecaman keras dari berbagai lembaga masyarakat sipil yang menilai tindakan ini sebagai bentuk pelemahan komitmen penghapusan kekerasan seksual di Indonesia.

IM merupakan alumni mahasiswa berprestasi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (UII) tahun 2016 yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada 30 korban. Kasus ini mencuat kembali ke publik sebab pelaku memperkarakan Meila atas dugaan pencemaran nama baik, “Pelaku melakukan upaya hukum di PTUN Yogyakarta dan melapor ke Polda atas dugaan pencemaran nama baik” jelas Julian selaku Direktur LBH Yogyakarta pada 25 Juli melalui kanal YouTube KontraS.

Penetapan tersangka terhadap Meila berdasarkan tuduhan pencemaran nama baik dinilai tidak tepat. Apa yang dilakukan Meila bukan sebagai perbuatan pribadi, melainkan perwakilan lembaga, “Penetapan tersangka oleh Polda DIY terhadap saudara Meila itu bukan serangan terhadap Meila pribadi, melainkan sebagai lembaga yang konsen dalam isu-isu pendampingan hak-hak perempuan.” ucap Julian.

Tidak hanya Julian, Siti Mazumah, perwakilan dari Forum Pengada Layanan, angkat bicara mengenai kriminalisasi tersebut. Dia mengungkapkan kriminalisasi terhadap pendamping korban kekerasan seksual seharusnya tidak pernah terjadi. Dia mengatakan semestinya yang menjadi temuan UII diinvestigasi oleh pihak kepolisian, bukan malah menetapkan pendamping korban menjadi tersangka. 

Lebih jauh lagi, Mazumah menekankan kewajiban negara untuk mengapresiasi pendamping korban kekerasan seksual alih-alih mengkriminalkan. Sebab korban kekerasan seksual sangat sulit melaporkan karena seringkali laporan mereka tidak diterima oleh kepolisian, “Selama dua tahun sejak undang-undang TPKS disahkan, masih banyak kasus seperti ini. Negara seharusnya mengapresiasi pendamping korban, bukan malah mengkriminalkan mereka,” tegasnya. 

Dimas Bagus Arya selaku pihak KontraS menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Meila dinilai tidak memenuhi unsur delik dalam UU ITE, “Sebenarnya polisi juga sudah bisa menghentikan proses pelaporan yang dilakukan oleh saudara IM kepada Meila Nurul Fajriah karena tidak memenuhi delik pencemaran nama baik.” katanya. 

Menurut Dimas, penetapan Meila sebagai tersangka justru menunjukkan adanya cacat dalam proses hukum. Ia mengatakan kriminalisasi terhadap Meila bertabrakan dengan norma-norma, terutama norma-norma yang ada di Undang-Undang TPKS. 

Penetapan tersangka terhadap Meila Nurul Fajriah menjadi pengingat penting tentang perlunya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pendamping korban. Koalisi Lembaga Masyarakat Sipil menilai tindakan ini sebagai langkah mundur dalam upaya melindungi korban kekerasan seksual dan komitmen untuk melawan segala bentuk kekerasan seksual. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *