Menilik Tidak Transparannya DPM UII

Transparansi DPM UII

“Jangan-jangan, student government ini hanya tameng untuk (DPM) tidak mau dikritik,” -Beni Suranto, Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII

Kaliurang-Keadilan. Student government merupakan suatu konsep di mana mahasiswa diberikan kebebasan untuk membentuk pemerintahannya secara bebas berlaku di Universitas Islam Indonesia (UII).  Eksistensi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM), bahkan Keluarga Mahasiswa (KM) UII merupakan bagan-bagan yang secara wewenang dan fungsinya hadir atas dalih berlakunya konsep student government yang berlaku di UII sendiri.

Student government pada intinya sebuah kemandirian dari teman-teman KM UII yang tidak berafiliasi kepada siapa pun,” jelas Raditya, selaku Ketua DPM UII Periode 2020/2021 saat ditanyai perihal konsep student government. Ia melanjutkan bahwa konsep yang digunakan oleh KM UII ini memisahkan hubungan antara kemahasiswaan dengan pihak rektorat, “Tidak ada keterkaitan kita sama rektorat… sifatnya kita sama rektorat (bagian) kemahasiswaan itu kerja sama, ibaratnya mitra kerja.” Menurut Raditya, hal tersebut memberikan batasan wewenang kepada rektorat sehingga tidak dapat melakukan interupsi di hampir semua kegiatan kemahasiswaan.

DPM merupakan lembaga tertinggi di tingkat universitas dan memiliki kekuasaan legislatif menurut Pasal 1 ayat (7) Peraturan Keluarga Mahasiswa (PKM) UII Nomor 3 Tahun 2019. DPM juga memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh LEM UII dan Lembaga Khusus tingkat Universitas, sebagaimana tertulis pada Pasal 14 Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM) UII.

Lenyapnya Asas Keterbukaan di Lembaga Tertinggi UII

Pasal 10 ayat (1) PDKM UII mengartikan DPM sebagai bentuk perwakilan dari seluruh mahasiswa UII. Selanjutnya pada Pasal 3 huruf e PKM UII Nomor 3 Tahun 2019,  menjelaskan bahwa prinsip transparansi ialah salah satu prinsip yang dianut. “Kalau mereka (DPM) agak tertutup perlu dicurigai ada masalah,” tutur Beni Suranto selaku Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII.

Salah satu contoh tidak dipenuhinya prinsip transparansi oleh DPM dalam menjalankan fungsinya terjadi dalam kegiatan laporan pertanggungjawaban Pesona Ta’aruf 2021 (PESTA 2021). PESTA merupakan kegiatan orientasi mahasiswa baru UII di tingkat Universitas yang menjadi program kerja dari LEM UII. Sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) huruf a PKM UII Nomor 7 Tahun 2018, PESTA menggunakan sumber dana kegiatan yang diperoleh dari mahasiswa UII. Meskipun kegiatan laporan pertanggungjawaban PESTA 2021 ini telah selesai dilaksanakan pada akhir tahun 2021 lalu, namun kegiatan tersebut hanya melibatkan pihak DPM, LEM, dan juga panitia terkait. Padahal seyogyanya, mengikutsertakan KM UII lainnya dalam proses pertanggungjawaban dana ini adalah bentuk implementasi dari prinsip transparansi yang diamanatkan dalam PKM UII. “Tidak usah ngomongin negara, deh. Kalau kita sendiri tidak dapat menerapkan itu, orang kita sendiri maling, kok,” lanjut Erlan Nopri, mantan Sekretaris Jenderal DPM Fakultas Hukum membayangkan skenario buruk dari tertutupnya laporan pertanggungjawaban.

Calvin Anggara selaku Ketua Komisi III DPM UII Periode 2020/2021 yang bertanggung jawab melalui jabatannya untuk mendistribusikan dana PESTA 2021, menyebutkan bahwa memang laporan pertanggungjawaban hanya dapat dihadiri sebatas pihak-pihak yang memiliki kepentingan. “DPM, inti LEM, maupun SC dan OC,” sebutnya. Melanjutkan hal ini, Calvin menjanjikan bahwa hasil laporan pertanggungjawaban tersebut akan dapat diaksess oleh seluruh KM UII, “Kita semua sudah diaudit, pihak rektorat aman, baru kita publikasikan,” tuturnya. Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang partisipasi KM UII dalam forum pertanggungjawaban seperti ini, mengabsahkan tak transparansinya DPM dalam melakukan fungsi pengawasan. “Transparan sangat penting, ya dibuka. Itu hak mahasiswa, loh,” lanjut Erlan Nopri.

Sementara itu, Beni yang merupakan Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII berpendapat bahwa memang pada aspek keuangan pihak Rektorat memiliki ruang gerak yang sangat terbatas, “Keuangan PESTA, PEKTA itu sepenuhnya di-handle DPM Komisi III. Jadi Rektorat hanya komunikasi ke Komisi III terkait mereka minta surat permohonan data lalu kita turunkan”. Meneruskan pertanggungjawaban PESTA 2021, ia mengaku kalau memang sudah mendapatkan berkas laporan tersebut. Namun Beni enggan membaginya dengan Keadilan. “Saya ada nominalnya, Excel-nya itu ada. Tapi itu akan lebih baik dari DPM Komisi III dan itu harusnya di-share.”

Selain dihadiri oleh anggota DPM, inti LEM, dan panitia PESTA, proses laporan pertanggungjawaban acara PESTA 2021 turut pula dihadiri oleh Badan Audit Kemahasiswaan (BAK) UII. BAK sendiri merupakan sebuah badan kelengkapan yang dibentuk oleh DPM UII dan juga secara khusus bertanggung jawab kepada Komisi III DPM.

Bagaimana Tentang Independensi Badan Audit Kemahasiswaan?

“Untuk apa (DPM) menghadirkan BAK? Supaya tidak ada timbulnya prasangka buruk. Nanti takutnya ‘wah, ini DPM kong-kalingkong sama LEM makanya dihadirkan pihak ketiga, BAK, untuk meng-crosscheck ulang,” ucap Calvin saat ditanyai tentang tertutupnya forum pertanggungjawaban. Pernyataan tersebut sayangnya memiliki batasannya sendiri apabila dilihat dari ruang gerak BAK, khususnya pada pemublikasian hasil audit, “Untuk penyampaian hasil itu kan bukan kewenangan kami lagi, itu kewenangan DPM,” terang Bagus selaku Ketua BAK UII. BAK sendiri menurut Beni sebagai organisasi yang salah satu fungsinya melakukan pengauditan dana, terikat ketat dalam instruksi-instruksi yang sifatnya mandat dari Lembaga tertinggi di UII itu. “Tim audit itu ngga bisa bergerak karena mereka kan juga di bawah DPM,” jelas Beni yang menganggap terbatasnya wewenang BAK.

Padahal idealnya menurut peraturan BAK Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Kode Etik BAK, BAK diharapkan akan menjadi badan yang berdiri secara independen dan mandiri. Saat ditanyai maksud sebenarnya akan ‘independensi’ BAK tersebut, Bagus menjelaskan, “Independensinya ini diterapkan ketika kami melakukan audit terhadap Lembaga-lembaga. Komisi III itu tidak dapat melakukan intervensi terhadap kegiatan audit kita.” Bagus mengapresiasi atas ketersediaan ruang gerak BAK dalam melakukan proses audit yang independen itu, “Alhamdulillah-nya (DPM) dapat kooperatif dan juga pelaksanaan proses audit dapat dilaksanakan secara lancar.” Namun Bagus juga menyayangkan masih terbatasnya realisasi proses keuangan yang sifatnya transparan dalam hal publikasi hasil audit yang dibatasi oleh tingginya wewenang DPM di dalam BAK sendiri, “Kami berharap pastinya di setiap kegiatan audit, (kami) selalu menyarankan publikasi,” sebutnya. “Untuk publikasi itu kami masih berusaha agar dapat diberikan bantuan juga dari DPM sendiri.”

Beni melanjutkan bahwa sikap transparansi ini penting, memiliki dampak bagi minat mahasiswa untuk ikut aktif berlembaga, “Yang kayak gini membuat minat teman-teman ke lembaga itu jadi turun, karena yang dilihat (cuma) kasus.” Pernyataan tersebut didukung juga oleh Erlan demi menunjang regenerasi pemerintahan kampus yang baik, “Agar mahasiswa juga punya kepedulian terhadap lembaganya, jangan disembunyikan.”

Reportase bersama: Vania Lutfi Safira Erlangga dan Yolanda Eronisa Sihaya.

Himawan Gerrenove Vippianto

Penulis merupakan Pimpinan Redaksi LPM Keadilan Periode 2022-2023. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Bidang Redaksi LPM Keadilan, tepatnya sebagai Redaktur Online Periode 2020-2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *