Aksi Gerakan Nasional Pendidikan dan Komite Kampus Menentang Kapitalisme Pendidikan

“Momentum ini bukan hanya sekedar peringatan, tapi bagaimana ini menjadi satu ajang perjuangan awal, kemudian untuk menuntaskan revolusi-revolusi pendidikan yang semestinya” – Ungkap Abi salah seorang massa aksi dari UMY.

Yogyakarta-Keadilan. Momentum Hari Pendidikan Nasional diperingati oleh para mahasiswa serta masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pendidikan dan Komite Kampus dengan aksi turun ke jalan pada Minggu (02/05/2021). Aksi ini membawa isu penolakan terhadap kapitalisasi, privatisasi serta komersialisasi pendidikan nasional yang membuat masyarakat tidak lagi bisa mengakses pendidikan secara mudah dan gratis.

“Ini bentuk kepedulian dari organisasi-organisasi mahasiswa yang kemudian berkumpul kemudian melakukan pembacaan dan kajian terhadap regulasi-regulasi pendidikan yang selama ini tidak mengakomodir apa yang menjadi keinginan mahasiswa. Kemudian setelah melakukan kajian, kami pun mendiskusikan apa yang harus kami lakukan pada peringatan hari pendidikan nasional ini yang kemudian melahirkan keputusan untuk turun ke jalan,” ujar Hubungan Masyarakat aksi yang memperkenalkan diri sebagai ‘Mahasiswi’.

Massa aksi memulai agendanya dengan berkumpul terlebih dahulu di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa sekitar pukul 09.00. Kemudian, massa aksi melakukan konvoi menggunakan sepeda motor menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta melewati Universitas Negeri Sunan Kalijaga. Lalu, mereka menyusuri Jalan Malioboro dan berhenti di Titik Nol Kilometer Yogyakarta untuk mulai melaksanakan aksi unjuk rasa.

Dalam orasi yang disampaikan oleh perwakilan dari tiap-tiap organisasi yang tergabung, berulangkali menekankan bahwa pendidikan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembacaan sikap berjudul “Bergerak Bersama Rakyat, Lawan Kapitalisasi Pendidikan, Wujudkan Kedaulatan Rakyat,” Gerakan Nasional Pendidikan dan Komite Kampus memaparkan kondisi pendidikan terkini yang semakin direduksi sampai pada tataran yang paling meresahkan. Pendidikan kini lebih mengarah kepada arah pasar bebas, sehingga menjadi ladang basah bagi kaum pemodal dengan ideologi neolibnya. “Bicara revolusi pendidikan harus melihat akar masalahnya sendiri yakni kapitalisme,” ujar salah satu orator aksi.

Salah satu orator berpidato menyuarakan keresahannya. “Di kala pandemi seperti saat ini, sektor pendidikan semakin memperlihatkan kebobrokannya. Terutama karena ketidakmerataan sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia. Ditambah, selama pandemi berlangsung pemerintah tidak memberikan pemotongan atau pembebasan biaya kuliah. Padahal proses transfer ilmu yang diterima oleh para peserta didik tersebut kurang efektif. Terlebih, kondisi masyarakat yang sedang dalam fase krisis kesehatan dan ekonomi. Kondisi ini semakin memperlihatkan bahwa negara di bawah kepemimpinan rezim Jokowi-Ma’ruf tidak memiliki keberpihakan dan tidak mengabdi kepada kepentingan masyarakyat.”

Dalam aksi kali ini, para demonstran tidak hanya menyuarakan isu mengenai pendidikan saja, mereka juga menyatakan solidaritas kepada warga Wadas serta mengecam represifitas yang dilakukan oleh aparat. Selain itu, massa aksi juga menyuarakan isu mengenai buruh, kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi hingga krisis yang terjadi di Papua.

Terdapat 17 tuntutan dari massa aksi yang ditujukan kepada pemerintah. Penyampaian sikap tersebut berbunyi sebagai berikut:

  1. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan.
  2. Wujudkan pendidikan yang inklusif.
  3. Tolak militerisme didunia pendidikan.
  4. Usut tuntas kasus kekerasan seksual didunia pendidikan.
  5. Laksanakan kuliah offline, tolak kuliah online.
  6. Wujudkan demokratisasi kampus.
  7. Wujudkan reforma agraria sejati.
  8. Cabut perundang-undangan yang tidak pro rakyat (Onmibus Law Cipta Kerja beserta aturan turunannya, UU Sisdiknas No.20/2003, UU Perguruan Tinggi No.12/2012, PERGUB DIY No.1/2021, PP No.78/2015, UU Ormas No.16/2017).
  9. Cabut IPL quarry di desa Wadas.
  10. Cabut izin perusahaan tambang di Jomboran.
  11. Hentikan represifitas gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat.
  12. Sahkan RUU PKS, RUU PRT, dan RUU Masyarakat Adat.
  13. Hentikan perampasan tanah di Indonesia.
  14. Tanah, modal, dan teknologi untuk rakyat.
  15. Berikan jaminan kesehatan dan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  16. Berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.
  17. Cabut militer organik dan non-organik di tanah Papua.

Abi, salah seorang massa aksi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyampaikan harapannya. “Pemerintah semestinya menerapkan pendidikan yang sejati, yakni pendidikan yang membebaskan, aku harap hari ini negara mampu memperhatikan pendidikan secara benar-benar,” terang Abi.

Mahasiswi menjelaskan bahwa setelah aksi hari ini selesai, akan ada beberapa aksi lanjutan yang akan dilakukan. “Ketika aksi hari ini selesai, itu tidak langsung selesai. Kita akan melakukan aksi lanjutan berupa diskusi lanjutan yang itu bagian dari kritik kami, protes kami terhadap tumpang tindih kebijakan yang tidak mengakomodir kepentingan Mahasiswa,” ujarnya.

Target aksi kali ini adalah untuk mengkampanyekan isu-isu khususnya dibidang pendidikan kepada masyarakat Yogyakarta serta mengusahakan bagaimana mahasiswa dan organisasi mahasiswa dapat terlibat dalam setiap pembahasan kebijakan terkait pendidikan. Harapan kedepannya negara dapat menuntaskan semua masalah pendidikan nasional, mulai dari pendidikan gratis, kemerdekaan akademik, sampai kasus-kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan. Setelah pembacaan sikap, sekitar pukul 17.00 massa aksi membubarkan diri dengan tertib.

Erlang Wahyu Sumirat

Penulis merupakan Pemimpin Umum LPM Keadilan periode 2021-2022. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Bidang Redaksi LPM Keadilan tepatnya sebagai Staf Foto dan Desain Periode 2019-2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *