Tak Efektifnya #BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII

Pemilwa yang berlangsung serentak di seluruh fakultas UII Ppada 15-19 Oktober 2018.

#BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII adalah suatu pergerakan yang timbul akibat lelahnya beberapa mahasiswa terhadap dominasi suatu kubu. Bak menemui angin segar, reaksi mahasiswa umum pun tak kalah antusias dalam menyambut tagar-tagar tersebut. Sayangnya, sambutan mahasiswa saja tidaklah cukup untuk membuat pergerakan ini berhasil.

“Saya turut berduka cita atas matinya demokrasi di Fakultas Ekonomi (FE)!” Lantang suara seorang mahasiswa saat mengatakan deklarasinya di mimbar. Sambutan meriah dari para mahasiswa pun datang bertubi-tubi, mulai tepuk tangan hingga sorakan. Deklarasi tersebut kemudian diakhiri dengan nyanyian penuh semangat dari para mahasiswa yang hadir. “Di sini melawan… di sana melawan… di mana-mana kita melawan”. Begitulah bunyi nyanyian tersebut.

Tak ayal pidato yang dibawakan oleh Muhammad Adnan Pratama, Calon Legislatif FE Universitas Islam Indonesia (UII), saat mengumumkan pengunduran diri tersebut kemudian menjadi ramai diperbincangkan. Deklarasi menggebu-gebu, nyanyian penuh semangat, hingga seruan yang kontroversial tentu menjadi jaminan bahwa pidato ini akan menjadi viral. Tak mengherankan pula, tidak lama setelahnya video maupun tanggapan terhadap pidato ini beredar di akun-akun mahasiswa di lingkungan UII.

Tidak berakhir di situ, beragam tagar yang mendukung Adnan ini mulai bermunculan. Mulai dari yang mudah diingat seperti #BukanGolonganKami hingga tagar persuasif macam #KotakKosongFEUII. Tagar tersebut menyebar dengan cepat, mulai melalui akun personal mahasiswa maupun akun berjumlah pengikut masif seperti @uiistory, yang rutin membuka sesi tanya jawab terkait isu ini.

Salah satu yang paling sering dikemukakan dari tagar-tagar tersebut adalah anjuran agar mahasiswa melakukan golput pada penyelenggaraan tahunan ini. Tidak hanya anjuran untuk memilih kotak kosong, melalui akun media sosial bernama @feuiistory juga terdapat ajakan bagi mahasiswa untuk mengisi surat petisi ke dalam kotak suara. Pada tahap ini, perlu diakui bahwa #BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII merupakan pergerakan yang tak bisa dianggap enteng.

Di sisi lain, aktivitas media sosial yang menghujat tagar-tagar tersebut pun tak kalah banyaknya. Sebagai perlawanan terhadap aksi melawan inilah timbul tagar #GolonganKami. Ajakan menolak golput tentu saja menjadi kampanye utama dari tagar tersebut.

Melalui kabar yang beredar di media sosial itu pula mulai merebak awal mula kasus ini. Kritikan terhadap gagalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) UII dalam menjalankan Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) berhembus di kalangan mahasiswa. Waktu pendaftaran yang minim hingga tuduhan bahwa KPU berat sebelah ke kubu tertentu menjadi sorotan dalam penyelenggaraan Pemilwa ini.

Tuduhan yang kedua mungkin sudah cukup akrab di telinga kita. Melalui berbagai kisah-kisah di media sosial, diceritakan bahwa memang KPU tidak meloloskan beberapa calon yang berasal dari kubu tertentu. Sentimen tersebutlah yang menyebabkan munculnya polarisasi antara #GolonganKami dan #BukanGolonganKami. Konon, Adnan sendiri mengucapkan deklarasi pengunduran dirinya akibat banyak rekannya yang gagal lolos verifikasi berkas dari KPU.

Kubu pendukung #GolonganKami pun tak tinggal diam. Beberapa orang dari kubu ini yang Penulis temui menjelaskan bahwa KPU sudah cukup adil dalam memverifikasi berkas, tak ada berat sebelah. Bahkan cukup lazim juga terdengar bahwa sebenarnya pihak-pihak yang gagal berkompetisi sendiri dinilai memiliki berkas tak lengkap oleh KPU. Entah cerita dari pihak mana yang benar.

Kisruh ini pun berlanjut hingga Pemilwa yang berlangsung pada 15-19 Oktober lalu. Pada hari pertama Pemilwa di FE UII, secara mencengangkan gerakan yang diusung #BukanGolonganKami ini berhasil. Entah secara sengaja atau tidak, animo mahasiswa FE untuk memilih pada hari pertama sangatlah kecil. Total hanya 56 mahasiswa yang menggunakan hak suaranya, itu pun belum dikurangi 27 jumlah suara yang tak sah. Hari itu pihak pelawan menang telak, masing-masing calon legislatif FE UII pun harus puas dengan jumlah suara yang tak mencapai dua digit nomor.

Hari kedua, animo pemilih meningkat. Total hari itu terdapat 124 orang yang menggunakan hak pilih, walaupun jumlah golput juga cukup besar yakni mencapai 52 suara. Sampai hari kedua, jumlah suara yang masuk ke calon masih sangat jauh dari ideal threshold FE UII yakni 75 per calon. Jika tidak ada kenaikan drastis, bukan tak mungkin banyak calon legislatif yang gagal menduduki kursi sebagai wakil mahasiswa.

Entah  apa yang terjadi setelah hari kedua Pemilwa di FE UII, karena sejak itu jumlah pemilih teruslah meningkat. Sejak hari ketiga hingga penutup, jumlah suara sah yang masuk selalu melebihi angka 100. Total jumlah suara sah pada kontestasi yang berlangsung selama lima hari tersebut—jika ditambah dengan suara dari D3 Ekonomi—telah cukup untuk meloloskan semua dari delapan calon ke angka threshold. Fakta bahwa terdapat 326 mahasiswa yang memilih golput pun seakan tak mengubah apa-apa.

Lolosnya seluruh calon tersebut seakan menjelaskan betapa canggungnya perlawanan ini. #BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII bagaikan sedang ejakulasi dini, menikmati segala kemenangan di hari-hari awal tapi tak efektif secara hasil. Di hari-hari akhir, saat konsistensi gerakan ini paling dibutuhkan justru malah semakin lesu. Sebaliknya, pihak penyelenggara dan calon legislatif FE UII justru semakin gencar menjaring massa pemilih.

Jika kita mengukur berhasil tidaknya #BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII dari betapa viralnya mereka, tentu saja tagar-tagar tersebut adalah suatu kesuksesan. Jika dilihat dari betapa tagar tersebut berhasil membawa angin segar terhadap birokrasi Keluarga Mahasiswa kita, maka ia bisa juga dianggap telah sukses. Tapi perlu diingat bahwa tujuan tertinggi dari suatu pergerakan adalah hasil. Karena toh, beberapa bulan dari sekarang tak ada lagi yang ingat bahwa sempat ada 326 mahasiswa FE UII memilih untuk golput demi melawan. Sebaliknya, beberapa saat dari sekarang para legislatif yang terpilih akan dilantik dan memulai pemerintahannya hingga satu tahun ke depan.

Keberhasilan para calon tersebut pun seakan menafikan fakta bahwa terdapat 326 mahasiswa FE UII yang menggunakan kotak kosong. Tak sekadar itu, keberhasilan para calon legislatif itu juga merupakan penangkal efektif untuk menangkis pergerakan-pergerakan ke depan yang sejenis #BukanGolonganKami maupun #KotakKosongFEUII. Hal paling penting di antara semua itu tentu adalah; keberhasilan para calon akan semakin menegaskan betapa dominannya #GolonganKami di kampus kita ini.

Tapi di luar dari segala kekalahannya, kita mungkin dapat belajar sesuatu dari #BukanGolonganKami dan #KotakKosongFEUII. Jika suatu pergerakan viral yang mendapat dukungan dari banyak mahasiswa saja tak berhasil, maka apalagi yang bisa menggoyahkan hegemoni ini?

Aldhyansah Dodhy Putra

Penulis merupakan Staf Bidang Redaksi, tepatnya sebagai Redaktur LPM Keadilan periode 2019-2020. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Koordinator Redaktur K-Online Periode 2017-2018 dan Pimpinan Redaksi Periode 2018-2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *