Categories Berita

Ada Diskriminasi di Balik Minimnya Representasi Ormek di Peradilan

“Equality before the law, jangan pernah sampai kata-kata itu diucapkan kecuali memang dari atasan DPM atau LEM sudah melaksanakan. Jangan pernah ber gagah-gagahan bilang ke adik-adik maba bilang fakultas perjuangan fakultas yang equality before the law dan lain sebagainya kalau diri kalian masih seperti itu,” Ujar Syam Indra, Ketua PMII FH UII.

Dua tahun sudah Pekan Raya dan Silaturahmi Perkenalan (PERADILAN) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) memberikan ruang bagi Organisasi mahasiswa ekstra kampus (Ormek) untuk terlibat. Setelah tahun lalu diberi kesempatan berpartisipasi dalam Kantin Peradilan, tahun ini ormek diakomodasi dalam Peradilan Expo. Ormek, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) maupun Study Club (SC) di Fakultas Hukum, semuanya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Demikian tertulis di undangan yang diterima oleh Keadilan.

Alvin Daun, selaku perwakilan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII, menjelaskan asal muasal partisipasi ormek di PERADILAN. Regulasi tersebut secara resmi dibuka lebar pada Tahun 2023. Ia bercerita sejak kampus FH UII berada di Taman Siswa, ormek sebenarnya telah diberikan kebebasan untuk berpartisipasi, tetapi ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

“Kalau tahun sebelumnya tuh sepertinya masih (sudah dibuka), karena dulu tahun 2022 seingat saya karena kita ada tendensi sama fakultas yang lain dan kita juga waktu itu masih warga baru di Jakal Atas (kampus terpadu FH UII). Tapi sebenarnya terkait regulasi ormek, karena memang sebenarnya dari zaman waktu masih di Tamsis tuh juga sudah ada. Memang dibuka selebar-lebarnya, cuma ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dari ormek itu sih,” ujar Alvin.  Ia juga mengungkapkan eksistensi ormek merupakan bentuk dari kebebasan FH UII. Tradisi kebebasan untuk berpartisipasi seperti ini yang dicoba untuk dihidupkan kembali, tuturnya. 

Meskipun dua tahun sudah kebijakan tersebut diterapkan, Keadilan mencatat representasi organisasi ekstra di acara Peradilan Expo sedikit. Hanya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saja yang mengikuti acara tersebut terhitung sejak tahun lalu. 

Tidak Ada Undangan 

Baik Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UII  maupun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) FH UII sebagai beberapa ormek yang ada di FH UII, mengaku tidak pernah mendapatkan undangan maupun tawaran. GMNI yang diwakili oleh Farifky selaku perwakilan dari bidang kaderisasi dan juga mahasiswa FH UII bercerita “Kalau untuk dua tahun ini belakangan, kita dari GMNI sama sekali tidak ada mendapatkan surat. Kemudian, untuk tawaran berbagai hal, buka stand dan lain-lain itu bahkan tidak ada. Dan kami sejauh ini tidak ada omongan, dalam artian komunikasi dengan FH sendiri di dalam expo yang dilakukan di dalam Peradilan”.

Ketua PMII FH UII, Muhammad Shyiam Indra, menyayangkan sudah dua tahun tidak ada undangan maupun surat yang ditujukan kepada PMII. Seharusnya lebih mudah untuk menghubunginya, mengingat ia pernah terlibat dan aktif di beberapa organisasi, termasuk Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM). Dengan banyaknya teman yang ia miliki di LEM dan DPM, ia merasa jika ingin mengundang, setidaknya bisa dilakukan melalui pesan singkat.

Surat undangan untuk mengikuti Peradilan Expo dikirim kepada lembaga dan UKM FH UII. Namun, ormek seperti HMI FH UII, PMII, GMNI, serta SC tidak diberikan undangan, tulis Abel, Ketua LEM, dalam pesan singkat kepada Keadilan.

Alvin Daun menerangkan terkait dengan undangan dan pemberitahuan mengenai partisipasi ormek di Peradilan Expo, bahwasannya informasi pendaftaran sudah diberitahukan di Instagram Story tujuh hari sebelum acara dimulai.  Ia juga menyayangkan tahun ini hanya satu ormek yang mendaftar dan berbeda dengan tahun kemarin. 

Terkait dengan informasi pendaftaran, Alvin sempat memastikan bahwa panitia akan memasifkan penyebarluasan informasi tersebut “Sebenarnya, kemarin setelah verifikasi itu kami memang tanya-tanya. Mereka akan masifkan terkait informasi pengundangan dan sebagainya. Saya pikir itu nanti bisa jadi bahan evaluasi kami juga. Karena memang ada beberapa hal yang sedikit luput dari terutama di pihak Steering Committee. Karena pengundangan organisasi invitasi buat expo itu kan di Komisi B ya? Nah itu juga menjadi concern di kami sebenarnya” kata Alvin. 

Pendaftaran Peradilan Expo dibuka dari tanggal 28 hingga 31 Agustus, kemudian diperpanjang hingga 1 September. Pemberitahuan terkait dengan pendaftaran Peradilan Expo diunggah melalui Instagram Story sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 29 Agustus dan 1 September 2024. Unggahan tersebut tidak diletakan di sorotan/highlight. Koordinator Komisi B, M Ryan menerangkan dalam pesan singkat, bahwa pendaftaran diperpanjang hingga 1 September karena minimnya jumlah pendaftar Peradilan Expo. Hal tersebut diperuntukkan untuk semua pendaftar bukan karena kepentingan ormek, tambahnya. 

Sebelumnya, Keadilan sudah meminta M. Ryan serta Ketua Steering Committee M. Fariz Luthfi dan  Koordinator Komisi A Melani untuk diwawancarai, namun ditolak.

Ormek yang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya Sesuai Dengan Tujuan KM UII

Ormek yang boleh mengikuti Peradilan Expo adalah yang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya (AD/ART) sesuai dengan tujuan KM UII. Hal tersebut sebagaimana tertera pada Pasal 5 Pedoman Dasar  Keluarga Mahasiswa UII. Selain itu, ormek perlu untuk melampirkan surat perizinan yang ditandatangani oleh Ketua Organisasi, Koordinator Komisi B, persetujuan oleh Ketua Umum LEM FH UII dan atas perizinan Dekanat FH UII. Begitulah persyaratan ormek yang ingin mendaftar Peradilan Expo

Ketentuan tersebut mendapat respon negatif dari ormek. Dhafi selaku perwakilan media GMNI UII mengaku keberatan. Menurutnya, adanya ketentuan ormek yang boleh mengikuti hanya yang AD/ART nya sesuai tujuan KM UII hanya mengerucut pada satu organisasi.  Ia merasa resah bahwa diksi itu memunculkan keterbatasan dan mengharapkan adanya oposisi yang dijalankan dengan semestinya “Artinya dengan adanya diksi itu kan memunculkan sebuah keterbatasan. Artinya hanya ada satu yang bisa ikut. Karena memang yang sesuai dengan diksi tersebut hanya ada satu organisasi di FH UII. Kalau saya harap sih, persaingan yang tadi dibilang adanya oposisi, itu bisa kita jalankan dengan cara-cara yang memang semestinya”.

Menurut Syam Indra, meskipun perlu untuk menempatkan persyaratan sesuai dengan tujuan KM UII karena UII sebagai universitas Islam, dalam praktik ia berharap semua ormek dapat dirangkul, “Lebih dirangkul. Sebenernya kita mempunyai tujuan yang sama gitu lo, cuman mungkin ya kelihatan panas aja, cuman aslinya kita punya tujuan bagus dan sebagainya”.

Adanya keberagaman ormek di FH UII akan menambah daya kritis mahasiswa, terangnya. Keberadaan PMII, HMI, SAPMA yang mempunyai nasabnya sendiri dapat menyatukan berbagai pemikiran tersebut. Berbagai macam pemikiran seharusnya dibiarkan berkembang.  Namun, saat ini ia merasa semua pemikiran tersebut justru ditekan, sehingga mahasiswa hanya mengenal satu aliran pemikiran tanpa pemikiran kritis yang baik.

Keresahan yang sama tidak hanya datang dari ormek.  Farhan, Mahasiswa FH UII yang tidak terafiliasi ormek pun turut menolak. Ia tidak mempermasalahkan partisipasi ormek jika memang terdapat pertimbangan baik, akan tetapi, menurutnya untuk menghindari konflik semua pihak perlu untuk dirangkul. 

“Ya, kalau dilihat dari kacamata sejarah, ada kemungkinan bahwa jika organisasi ormek masuk ke KM UII, bisa menimbulkan konflik. Seperti partai-partai politik, ya. Tapi sebenarnya, menurut saya tidak masalah selama ada pertimbangan yang baik dan upaya untuk menghindari konflik. Itulah kenapa tadi saya sarankan untuk merangkul semua pihak, daripada menimbulkan konflik, ” ujar Farhan.

Kebijakan Rektorat

Kebijakan yang membatasi partisipasi Peradilan Expo hanya untuk ormek dengan AD/ART selaras dengan tujuan KM UII, berkaitan dengan arahan dari Rektorat untuk memberikan perhatian khusus kepada HMI. 

“Fakta historis, memang Pak Rektor sendiri dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan ke fakultas-fakultas itu untuk menitipkan yang disebut hanya HMI ketika itu, organisasi ekstra. Jadi, Dekan dan Wadek itu dititipi oleh Pak Rektor untuk ikut merawat HMI. Ini karena HMI itu memang lahir dari UII dan UII sendiri ikut memperjuangkan agar pendiri HMI, Almarhum Lafran Pane itu menjadi pahlawan nasional, agar dia juga berhasil begitu ya.  Atas dasar itu, secara moral dan historis, UII punya kewajiban untuk merangkul HMI. Pesan ini turun-temurun dari para senior, sehingga HMI terus dirangkul di kampus,” jelas Agus Triyanta, Wakil Dekan Bidang Keagamaan Kemahasiswaan dan Alumni FH UII.  

Ia menambahkan bahwa terdapat draf aturan tentang lembaga kemahasiswaan yang belum disetujui oleh senat universitas. Di situ terdapat ketentuan organisasi yang selaras dengan visi misi, meskipun masih terdapat banyak revisi. Selain itu, terdapat draft perbaikan statuta sebagai landasan hukum tertinggi kampus. Ia menjelaskan, di dalamnya akan dimasukkan HMI sebagai bagian dari sejarah UII “Ya di tengah belum jelasnya itu, ternyata kita juga mengetahui ada draft perbaikan dari statuta sebagai produk atau landasan hukum tertinggi di kampus ini. Dalam statuta itu juga akan dimasukkan HMI, bahwa secara historis, HMI memang lahir dari UII. Sehingga, ketika itu masuk statuta nanti akan ada pijakan secara regulasi”. 

Menurut Agus Triyanta, untuk menjaga stabilitas dan agar sejalan dengan visi dan misi kampus, perlu ada pembatasan terhadap organisasi-organisasi kemahasiswaan yang memiliki agenda yang tidak sesuai, seperti pergaulan sesama jenis sebutnya. Ia menerangkan, jika tidak ada pembentengan, gerakan seperti itu bisa mempengaruhi lingkungan kampus dan bertentangan dengan visi UII. 

Agus Triyanta juga mengkonfirmasi bahwa baik PMII maupun GMNI tidak masuk kepada ormek formal yang diperbolehkan memanfaatkan fasilitas kampus ”Memang iya, memang begitu tidak masuk kepada organisasi ekstra yang formal dan dibolehkan untuk memanfaatkan fasilitas di sini, karena memang sebenarnya kita tidak ingin terjadi friksi yang kentara”. Namun Agus Triyanta tetap mempersilakan ormek selain HMI untuk diperbolehkan beraktivitas di UII, tetapi tidak diizinkan menggunakan fasilitas kampus.

Diskriminasi?

Agus Triyanta mengakui bahwa kebijakan ini dapat dimaknai sebagai diskriminasi  “Diskriminasi itu bisa negatif bisa positif, tapi memang kalau mau dikatakan kasarnya diskriminasi  ya bisa dikatakan begitu ya, tapi karena secara historis (alasan historis) itu ada”.

Terkait kebijakan hanya mengizinkan ormek dengan AD/ART yang sesuai dengan tujuan KM UII untuk berpartisipasi dalam Peradilan Expo, Alvin Daun menjelaskan bahwa ia percaya di semua tingkatan baik itu dalam lembaga kemahasiswaan, baik di tiap fakultas dan sebagainya sejalan dengan visi misi  UII. Ia menambahkan bahwa terkait dengan ormek yang mungkin merasa terpinggirkan atau memiliki ideologi yang berbeda, hal tersebut dikembalikan kepada masing-masing mahasiswa dalam menentukan tempat belajar mereka. Menurutnya, selama menjalani perkuliahan, kebebasan tetap diberikan. Hingga saat ini, perbedaan ideologi tidak menjadi hambatan dalam aktivitas organisasi kepanitiaan maupun struktural. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku untuk Peradilan Expo

“Mungkin nantinya ini lebih sebagai gambaran ke depan, agar organisasi-organisasi di luar itu juga bisa memahami bahwa pada dasarnya kita berada di jalur yang sama. Jadi, kami tidak bermaksud untuk membenturkan kepentingan-kepentingan, terutama dalam hal visi-misi eksternal. Semuanya tetap sejalan dengan KM UII dan UII itu sendiri. Itu saja,” tegas Alvin. 

Syam Indra menyatakan kekecewaannya. Ia mengungkapkan tidak ada gunanya membawa konsep equality before the law jika tidak melihat ke dalam tubuh organisasi sendiri. Ia mengkritik adanya dinasti di Fakultas Hukum, meskipun mereka sering meneriakkan kritik terhadap dinasti kepada pemerintah. Menurutnya, setiap mahasiswa yang membayar biaya pendidikan sama harus mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang setara, tanpa ada diskriminasi berdasarkan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Ia menegaskan bahwa slogan tersebut seharusnya tidak diucapkan, kecuali jika para pemimpin seperti DPM atau LEM sudah benar-benar menerapkannya.

Equality before the law, jangan pernah sampai kata-kata itu diucapkan kecuali memang dari atasan misalkan DPM atau LEM sudah melaksanakan. Jangan pernah ber gagah-gagahan bilang ke adik-adik maba bilang fakultas perjuangan fakultas yang equality before the law dan lain sebagainya kalau diri kalian masih seperti itu,” tegas Indra.

*Naskah ini mengalami penyesuaian pada Senin (14/10/2024). Kami memberikan koreksi terkait kepanjangan dari DPM, yang sebelumnya berbunyi “Dewan Permusyawaratan Mahasiswa”, kami koreksi menjadi “Dewan Perwakilan Mahasiswa”.

*Selain itu, perubahan pada kedudukan Alvin Daun dalam melakukan wawancara. Sebelumnya ditulis sebagai “ketua DPM”, kami koreksi menjadi “perwakilan DPM”.

Dengan hormat, kami meminta maaf atas kekeliruan dalam penulisan ini.

Liputan Bersama: Khatibul Aziziy Alfairuz, Anggita Rachmi Saraswati, Fira Septianingrum, Khrisna Adam Yustisio, dan Galang Panji Muhammad. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *