Mengubah Persepsi Buruk Energi Nuklir: Nuklir di Indonesia?

Mengubah Persepsi Buruk Energi Nuklir: Nuklir di Indonesia?

“Pemerintah Indonesia menerbitkan sebanyak dua aturan yang bersinggungan dengan energi nuklir. Menyatakan keseriusan Indonesia untuk mengoperasikan PLTN tahun 2040 nanti.”

Beberapa tahun lalu, ketika masih duduk di kursi pendidikan menengah atas, pelajaran sejarah membawa kita kepada topik penggunaan energi nuklir selama masa Perang Dingin. Pembahasan tersebut menelusuri lini peristiwa yang terjadi di Chernobyl dan Fukushima.  Seperti banyak orang, pengetahuan tersebut telah membentuk persepsi yang negatif terhadap energi nuklir. Imajinasi mengenai bahaya dan risiko yang tampaknya tak terkendali telah meluas. Berbagai cerita mengerikan mengenai bencana nuklir telah memunculkan ketakutan dan keraguan yang melekat dalam benak kita semua.

Pada suatu kesempatan yang berbeda, seorang guru sejarah memberikan informasi yang menarik. Beliau mengungkapkan bahwa masyarakat Jepang dapat membayar tagihan listrik beberapa kali lebih murah dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, memberikan petunjuk akan efisiensi energi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik. Di negara seperti Jepang, yang memiliki keterbatasan sumber daya alam, energi nuklir telah menjadi solusi handal dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan listrik yang tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: apakah energi nuklir juga dapat memberikan manfaat serupa dalam konteks Indonesia yang memiliki populasi besar dan kebutuhan energi yang terus meningkat?

Nuklir Sebagai Energi Pembangkit Listrik

Energi nuklir muncul sebagai salah satu solusi energi bersih yang berpotensi untuk menjawab kebutuhan energi. Energi ini memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak negatif terhadap lingkungan. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat menghasilkan jumlah energi yang besar tanpa menghasilkan emisi karbon yang merugikan atmosfer.  

Menurut perhitungan dari Our World in Data, emisi setara CO2 per gigawatt-jam (GWh) listrik yang dihasilkan selama siklus hidup pembangkit listrik telah dihitung untuk berbagai sumber energi. Hal itu mencakup emisi yang terkait dengan bahan baku, transportasi, dan pembangunan pembangkit listrik. Dalam hal ini, nuklir menjadi salah satu sumber energi yang paling bersih karena menghasilkan sedikit emisi gas rumah kaca. Dalam perhitungan tersebut, emisi CO2 yang dihasilkan oleh PLTN adalah sekitar tiga ton CO2 per GWh listrik yang dihasilkan, 273 kali lebih rendah daripada pembangkit listrik negara batu bara dan kurang lebih 10 kali lebih rendah dari tenaga air. 

Efisiensi energi nuklir dapat diukur dari faktor kapasitas, yaitu rasio antara output aktual dengan output maksimum yang dapat dicapai. Menurut data dari US Energy Information Administration, faktor kapasitas PLTN di Amerika sebesar 92 persen. Ini menunjukkan bahwa PLTN dapat memanfaatkan hampir seluruh kapasitasnya secara efisien. Di sisi lain, sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan tenaga angin memiliki faktor kapasitas yang lebih rendah. Misalnya, faktor kapasitas pembangkit listrik berada di angka 24.6 persen, sedangkan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 34.6 persen.

Dalam hal efisiensi, energi nuklir merupakan salah satu sumber energi yang paling efisien, mampu menghasilkan daya listrik secara terus-menerus tanpa tergantung pada kondisi cuaca seperti energi terbarukan lainnya. Sebagai solusi energi bersih, energi nuklir dapat menjadi elemen penting dalam mencapai tujuan pengurangan emisi dan keberlanjutan lingkungan.

Ketakutan Akan Energi Nuklir

Persepsi terhadap energi nuklir terbelah, baik pada opini publik maupun kebijakan di setiap negara. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya reaktor nuklir yang ditutup di berbagai negara. Terhitung sejak Mei 2022, ada sebanyak 200 reaktor nuklir yang diberhentikan permanen, dengan angka terbanyak sebesar 40 reaktor di Amerika dan 36 di Inggris. Sedangkan, di beberapa negara lain,  pembangunan dan operasional reaktor nuklir terus berlanjut. Contohnya, beberapa negara seperti China, Rusia, dan India, sedang melaksanakan rencana ambisius untuk meningkatkan kapasitas PLTN mereka.

Polarisasi terhadap energi nuklir muncul karena ada banyak hambatan yang membuatnya sulit dijadikan solusi energi bersih. Salah satu faktornya adalah persepsi tentang kecelakaan nuklir dan risiko potensi radiasi yang ditimbulkan di lingkungan reaktor nuklir. Bencana besar seperti Chernobyl pada tahun 1986 dan Fukushima pada tahun 2011 telah menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan energi nuklir. Tidak hanya itu, masalah pengelolaan limbah nuklir juga menjadi perhatian utama. PLTN menghasilkan limbah radioaktif yang harus ditangani dan disimpan dengan sangat hati-hati dalam jangka waktu yang panjang. Cara yang aman untuk membuang limbah tersebut dan risiko yang mungkin ditimbulkannya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia telah menjadi topik perdebatan dan kekhawatiran yang serius. Untungnya, berbagai masalah tersebut dapat dijawab dengan perkembangan teknologi energi nuklir terbaru. 

Misalnya, masalah tentang keamanan reaktor nuklir dan resiko potensi radiasi. Data terbaru menunjukkan bahwa angka kematian yang ditimbulkan energi nuklir hingga kini menjadi salah satu yang terendah di antara energi terbarukan lainnya. Data tersebut pun sudah mengakumulasi berbagai kecelakan reaktor nuklir yang terjadi. Hal tersebut menunjukan bahwa nuklir yang dianggap sebagai energi yang berbahaya sepenuhnya tidak benar, dibandingkan dengan energi terbarukan dan jauh lebih baik dibandingkan dengan jutaan orang yang meninggal akibat polusi udara dari bahan bakar fosil setiap tahunnya.

Untuk masalah limbah, limbah nuklir dapat didaur ulang. Bahkan, negara-negara seperti Prancis dan Jepang secara rutin mendaur ulang limbah nuklir mereka, memungkinkan bagi mereka untuk memanfaatkan sumber daya secara maksimal. Hal ini juga mengurangi volume limbah berpotensi beracun yang perlu mereka simpan selama ribuan tahun yang akan datang. Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah mengembangkan jenis reaktor baru yang disebut reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor). Keuntungan dari reaktor pembiak cepat adalah kemampuannya untuk menggunakan lebih efisien bahan bakar nuklir yang umumnya dianggap sebagai limbah dalam reaktor konvensional. Dengan mengubah limbah nuklir menjadi bahan bakar yang dapat digunakan kembali, reaktor pembiak cepat dapat mengurangi jumlah limbah radioaktif yang dihasilkan oleh industri nuklir. 

Pada masa lalu, biaya yang dikeluarkan untuk mendaur ulang limbah nuklir sangat tinggi dan jumlah energi yang diperlukan untuk mendaur ulang bahan bakar lebih besar dari energi yang dihasilkan. Namun, kini daur ulang limbah nuklir telah menjadi lebih efisien, dan teknik-teknik baru membuatnya semakin layak dilakukan

Nuklir Di Indonesia

Pada November dan Desember Tahun 2022, pemerintah menerbitkan sebanyak dua aturan yang bersinggungan dengan energi nuklir. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan PP Nomor 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir. Dua aturan tersebut mengindikasikan keseriusan Indonesia untuk membangun reaktor nuklir pertamanya. Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menargetkan akan hadir PLTN pertama Indonesia pada tahun 2040. 

Meskipun begitu, keputusan ini tidak lepas dari kontroversi dan perdebatan di arena politik. Ada sejumlah pihak yang mendukung pengembangan energi nuklir sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kemandirian energi. Mereka berpendapat bahwa dengan penggunaan teknologi dan pengelolaan yang tepat, energi nuklir dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai keberlanjutan energi di Indonesia. Di sisi lain, ada juga kelompok yang menentang pengembangan energi nuklir dengan alasan kekhawatiran akan keselamatan, risiko bencana nuklir, dan masalah limbah nuklir yang sulit diatasi.

Pemerintah Indonesia terus melakukan studi dan konsultasi untuk merumuskan rencana dan kebijakan yang komprehensif dalam pengembangan energi nuklir. Pengambilan keputusan politik terkait energi nuklir melibatkan berbagai faktor, seperti aspek keamanan, teknologi, lingkungan, kesehatan masyarakat, serta dukungan dan opini publik. Diskusi dan perdebatan terus berlanjut di tingkat politik guna mencapai kesepakatan yang berkelanjutan dalam pengembangan energi nuklir di Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang aspek politik ini menjadi penting dalam merumuskan kebijakan energi nuklir yang berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia.

Khatibul Alfairuz

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *