Fit and Proper Test Tidak Efektif, Calon-Calon Legislatif Gagal Maju

fit and proper test web

“Tetap bahwa ketegasan itu harus tetap ditegakkan, kalau misalkan kita memberikan kelonggaran maka akan ada kelonggaran-kelonggaran berikutnya, itu salah satu bentuk ketegasan kami,” ucap Adit terkait cacat formil beberapa calon.

Yogyakarta-Keadilan. Fit and proper test adalah serangkaian kegiatan untuk melihat kompetensi dari setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) yang akan mencalonkan diri sebagai legislatif pada kegiatan Pemilihan Wakil Mahasiswa (PEMILWA).  Setiap mahasiswa yang berhasil dinyatakan lulus akan mendapatkan surat rekomendasi dari DPM FH. Fit and proper test sendiri memiliki beberapa tahap tes yaitu tahap keislaman, tahap pengetahuan kelembagaan dan tahap sepak terjang bakal calon di kelembagaan.

Menurut Aditya Ikhsan Nurjaman, Ketua DPM FH UII, kegiatan Fit and Proper Test dilaksanakan dengan tujuan lebih mengenal mahasiswa yang akan maju sebagai calon legislatif. Aditya Ikhsan Nurjaman sendiri berpendapat mengapa hal tersebut perlu dilakukan karena ia tidak bisa memberikan surat rekomendasi begitu saja kepada orang yang dikenal, seperti yang dinyatakan olehnya, “Kadang aku mikir kok bisa ya DPM sebelumnya itu memberikan rekomendasi padahal mereka ga kenal orangnya, maka fit and proper test diadakan itu untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.”

Adit juga mengakui bahwasannya ia bersama rekannya telah memikirkan konsep Fit and Proper Test secara seksama, “Karena Fit and Proper Test tidak diatur dalam peraturan di KM UII, maka kami mengatur dalam bentuk Lex Spesialis, yaitu SK (surat keputusan) Fit and Proper Test yang kami lahirkan sebelum kami melakukannya. Sejauh ini memang ada standar, cuma belum bisa kami ungkapkan, kenapa? karena itu belum oke lah untuk diketahui publik, tapi kan dalam kegiatannya jelas, bahwa ada beberapa aspek, yaitu aspek keislaman, aspek kelembagaan, aspek perkuliahan dan bagaimana sepak terjang dia di lembaga mahasiswa”.

Waktu pendaftaran bagi mereka yang ingin mengikuti Fit and Proper Test terlaksana dalam waktu dua hari. Hal ini mendapati kritikan dari mereka yang mengeluhkan sempitnya rentan waktu untuk mendaftar itu. Salah mahasiswa yang gagal mendaftar karena singkatnya alur pendaftaran Fit and Proper Test ialah Shidqi Prambudi. Shidqi menambahkan: “Makannya harus ada perpanjangan, karena emang kondisi di FH itu yang daftar belum mencapai ambang batas. Kalau kemarin yang kudapat info itu kan sekitar yang daftar di F (fakultas) itu ada empat orang. Sedangkan minimal yang ikut pemilwa itu tujuh untuk ngisi posisi-posisi sekjen, ketua, segala macam, komisi-komisi itu kan harusnya ada tujuh. Sekarang empat,  itu udah kurang banget. empat kalau kita angkat ya paling ketua LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa), ketua DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), sekjen, sama komisi berarti ngerangkap.”

Pihak DPM sendiri berpendapat tidak dilakukannya perpanjangan ini dikarenakan sebagai bentuk ketegasan pada tindakan indisipliner yaitu telat mendaftar, seperti yang dikutip dari pernyataan Aditya Ikhsan Nurjaman, “Ya bukannya kami tidak mau gitu lho mengadakan kelonggaran bagi mereka yang melakukan tindakan indisipliner. Tetap bahwa ketegasan itu harus tetap ditegakkan, kalau misalkan kita memberikan kelonggaran maka akan ada kelonggaran-kelonggaran berikutnya, itu salah satu bentuk ketegasan kami”. Dia juga menambahkan bahwa, “Ini (tindakan tidak memperpanjang alur waktu Fit and Proper Test) adalah salah satu bentuk kasih sayang kami terhadap KM FH UII bahwa sesuatu hal itu jika memang salah ya itu salah ga bisa dibuat benar.”

Kritikan juga mengalir dikarenakan beberapa pihak menilai bahwa diadakannya Fit and Proper Test melangkahi kewenangan Komisi Pemilan Umum (KPU) UII. “Fit and Proper itu kan  ngga diadain semua fakultas. (fakultas) Yang lainnya kalau minta rekomendasi ya minta aja, nanti dikasih kan. Cuma kalau FH mungkin beda sendiri, dia pengen calon-calonnya di test dulu. Kan biasanya kalau di test ya di tingkat KPU kan,” ujar Shidqi.Adit sendiri menolak bahwasanya Fit and Proper Test merupakan sebuah filterasi  yang direncanakan oleh DPM, “Aku mungkin kurang setuju ya dengan konsep filterisasi, karena kita DPM tidak berkaitan langsung dengan secara hubungan hukum dengan PEMILWA ini tidak ada, sorry to say dengan KPU tidak ada hubungannya, jadi secara struktural itu tidak ada. Tapi apa yang kami laksanakan itu berkaitan dengan surat rekomendasi, jadi begini bukan bentuk filtrasi tapi karena ada permintaan untuk surat rekomendasi dan kiranya surat rekomendasi itu perlu dilaksanakan secara bijak, maka diadakannya Fit and Proper Test, begitu cara mikirnya bukan sebagai bentuk filtrasi.”

Liputan bersama: Raihan Ramadhan dan Himawan Gerrenove Vippianto

Fikri Rosyad Fathurrahman

Penulis merupakan Pimpinan Bidang Penelitian dan Pengembangan LPM Keadilan Periode 2022-2023. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi staff bidang penelitian dan pengembangan periode 2021/2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *