Melihat Islam di Negeri Komunis

“Tidak penting apa agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu.” -Abdurrahman Wahid

Judul           : Ada Apa dengan China?

Penulis        : Novi Basuki

Penerbit      : Mojok

Cetakan       : Kedua, Februari 2020

Halaman      : xvi + 134 Halaman

  • Oleh Haviv Isya Maulana

Novi Basuki merupakan seorang alumni dari Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di beberapa perguruan tinggi yang ada di Negeri Tirai Bambu. Hadirnya buku Ada Apa Dengan China? Mampu memberi titik terang berupa informasi yang jelas mengenai isu-isu Tiongkok yang umumnya ditelan secara mentah oleh masyarakat di Indonesia. Mulai dari permasalahan muslim Uighur hingga ideologi Tiongkok yang menganut komunisme.

Isu agama menjadi masalah utama yang dibahas dalam buku ini. Dengan ideologi komunisnya, Tiongkok menjadi salah satu negara yang banyak disebut orang sebagai negara tanpa menganut kepercayaan terhadap Tuhan. Terlebih di kala kemarin terjadi konflik di Uighur, banyak orang Indonesia yang menentang perbuatan Tiongkok terhadap kelompok muslim Uighur ini. 

Namun, satu hal yang selama ini tidak kita ketahui adalah bahwa isu konflik muslim itu terjadi karena adanya kelompok radikal tertentu yang ingin memisahkan diri dari Tiongkok. Hal ini membuat pihak pemerintahan Tiongkok mengambil langkah untuk melawannya dengan melakukan gerakan militerisasi. Perbuatan itu dilakukan pemerintah Tiongkok bukanlah untuk menyerang suatu agama, tetapi kelompok-kelompok separatis yang menggulirkan sentimen agama untuk mencapai tujuan politik.

Buku ini memperlihatkan bahwa sebenarnya toleransi beragama di Tiongkok sangat tinggi. Diceritakan pada awal buku ini, baik umat muslim dan warga lokal Tionghoa sama-sama mengindahi bulan Ramadhan. Keduanya menyediakan berbagai macam makanan di masjid untuk umat muslim berbuka puasa, luar biasa bukan? Tiongkok yang selama ini kita anggap musuh muslim justru malah menjadikan umat muslim sebagai sahabatnya.

Kebebasan beragama di Tiongkok pun diatur dalam Konstitusi Tiongkok Bab 2 Pasal 36 yang menjelaskan bahwa warga negara Tiongkok mempunyai kebebasan beragama. Institusi negara, kelompok masyarakat, dan perorangan tidak boleh memaksa warga negara untuk menganut agama atau tidak menganut agama. Tidak boleh mendiskriminasi warga negara yang menganut agama dan yang tidak menganut agama. Negara melindungi aktivitas keagamaan yang normal (zhengchang de zengijao huodong). Siapapun tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat merusak ketertiban sosial, merugikan kesehatan warga negara, dan merintangi sistem pendidikan negara dengan menggunakan agama.

Melalui buku ini, Novi melakukan sindiran kepada berbagai pihak yang sering sekali menggunakan isu Tiongkok untuk memuluskan pencapaian kepentingan kelompoknya sendiri. Seperti dalam permasalahan penggunaan logo halal dengan tulisan Mandarin. Hal ini pernah menimbulkan banyak reaksi negatif dari masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa itu dilakukan pemerintah Tiongkok untuk mengelabui orang-orang terhadap produk non-halal mereka. Padahal, pemerintah Tiongkok melakukan ini untuk mencegah tumbuhnya benih-benih radikalisme dan ekstremisme agama. Sebaliknya, ekstremisme dan radikalisme agama dikhawatirkan menyuburkan islamofobia di kalangan masyarakat Tiongkok itu sendiri. 

Kelebihan dari buku ini adalah memberikan penjelasan mengenai negeri Tiongkok yang selama ini beredar di masyarakat Indonesia. Kesan negatif yang selalu disematkan oleh negeri Tiongkok sedikit banyak mulai terbantahkan melalui buku ini yang ditulis juga melalui berbagai literatur dan penelitian, tidak hanya sebuah opini dari penulis. Untuk itu, hal inilah yang menjadikan buku Ada Apa Dengan China? sebagai salah satu buku yang membahas mengenai Tiongkok secara mendalam. 

Kekurangan dari buku ini ialah banyak sekali penggunaan kalimat yang berpotensi menimbulkan sebuah konflik, mengingat penulis dengan berani menyebutkan nama dan kelompok yang menjadi subjek kritiknya. Contohnya pada bab sembilan dalam kalimat “Cuma, we know who lah siapa yang dimaksud Abang”. Tentunya dengan membaca buku ini kita mengharapkan pemahaman kita mengenai Negeri Tiongkok semakin membaik. Namun apabila menggunakan sindiran yang ditujukan secara langsung, hal ini justru akan membuat persatuan dan kesatuan kita melemah. 

Buku ini menjadi salah satu buku yang wajib menjadi bahan bacaan khususnya bagi kita agar tidak mudah terprovokasi dengan pemberitaan negatif terhadap negeri Tiongkok, khususnya mengenai isu agama. Tiongkok memang tidak memasukkan pelajaran agama dalam sistem pendidikan mereka. Namun Tiongkok sudah memberikan doktrin yang ada di dalam ajaran agama Islam, seperti pentingnya integritas (kejujuran) mulai dari hal-hal yang bisa kita anggap remeh belaka. 

Selain itu pula, pentingnya literasi mengenai negara yang mempunyai rekam jejak kurang baik terhadap bangsa Indonesia juga perlu kita pelajari. Pemberitaan yang beredar apakah benar atau hanya sebuah isu kaleng yang dibuat-buat. Dengan hubungan yang baik, sebuah bangsa dapat menjalankan kerja sama ekonomi, politik, maupun sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan kedua negara.

*Penulis merupakan Mahasiswa Angkatan 19 Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia

LPM Keadilan

Lembaga Pers Mahasiswa Keadilan atau LPM Keadilan merupakan suatu organisasi yang didirikan sejak tahun 1974 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *