Sulitnya Pesantrenisasi Pulang Pergi

http://lpmkeadilan.org/wp-content/uploads/2018/05/IMG_6503.jpg

Oleh: Aprillia Wahyuningsih*

Universitas Islam Indonesia (UII) adalah salah satu kampus nasional yang berbasis keislaman. Maka dari itu, tak heran jika segala kegiatan yang terselenggara juga harus bertujuan untuk meningkatkan nilai dasar keislaman bagi mahasiswa maupun akademisi. Setiap mahasiswa UII diharapkan tidak hanya berprestasi dalam bidang akademik, namun juga dapat mempunyai akhlak dan ibadah yang baik.  Demi mencapai tujuan tersebut UII pun mengadakan berbagai program keislaman yang wajib diikuti mahasiswa, salah satunya adalah pesantrenisasi.

Pesantrenisasi adalah suatu kegiatan di mana mahasiswa diwajibkan mengikuti rangkaian kegiatan yang diadakan selama 14 hari. Selama waktu tersebut mahasiswa dibiasakan untuk melaksanakan ibadah, seperti salat, mengaji, dan mengikuti berbagai klasikal islam. Pembiasaan tersebut bertujuan agar mahasiswa mampu bertauhid, memahami tata cara ibadah, dan berakhlak mulia untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pesantrenisasi ini diprogram oleh universitas dan diselenggarakan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI). Penyelenggaraan tersebut telah diatur pada SK Rektor UII No.146/B.6/Rek/VIII/1999 tentang Pola Pengembangan Mahasiswa (Polbangmawa). Program pesantrenisasi ini telah terselenggara sejak tahun 1999. Dari tahun ke tahun tersebut sistem pesantrenisasi selalu berubah-ubah.

Pesantrenisasi tahun ini pun tak lepas dari perubahan, salah satu yang merasakan adalah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) UII. Pada tahun lalu mahasiswa FH UII mengikuti pesantrenisasi selama 10 hari berkesinambungan pada saat libur semester. Hal itu berbeda dengan pelaksanaan pesantrenisasi pada tahun ini, yang dilakukan selama 14 hari pada masa perkuliahan.

Mahasiswa FH UII mengikuti kegiatan pesantrenisasi pada tanggal 1-14 April, Sedangkan jadwal untuk mahasiswi adalah 16-21 April dan 6-14 Mei. Pesantrenisasi dimulai pada pukul 17:00 dan diakhiri pada pukul 05:30 atau ba’da subuh. Seluruh kegiatan sudah terjadwal dengan rinci dalam pelaksanaan pesantrenisasi. Selama rentang waktu tersebut mahasiswa tetap harus mengikuti perkuliahan.

Hal tersebut tentu menyulitkan mahasiswa FH UII, mengingat jarak yang harus ditempuh dari Kampus FH UII ke Rusunawa sejauh 16 kilometer. Jauhnya jarak dan macetnya jalanan membuat mahasiswa yang mengikuti kelas pagi terburu-buru untuk sampai ke kampus tepat waktu. Terkadang keadaan tersebut juga berdampak pada kondisi kelas pukul 07:00 pagi yang sepi, karena banyak mahasiswa memilih untuk tidak hadir. Bahkan sering terlihat pada kelas pagi hanya dihadiri separuh dari jumlah mahasiswa.

Pemandangan serupa pun terjadi pula selepas perkuliahan sore, karena pesantrenisasi telah terjadwal untuk mulai pada pukul 17:00 sebelum salat magrib berjamaah. Terburu-buru itu pasti, terlebih kemacetan sulit untuk diperkirakan. Hingga akhirnya banyak mahasiswa yang sampai di lokasi pesantrenisasi dengan buru-buru dan terlambat. Mahasiswa yang datang terlambat pun kemudian terpaksa harus menerima hukuman.

Selepas salat magrib berjamaah tersebut, maka para mahasiswa akan mulai mengikuti rangkaian kegiatan pesantrenisasi. Salah satu kegiatan wajib selama pesantrenisasi adalah klasikal Islam yang berisikan materi-materi ibadah. Namun, klasikal yang dilakukan pada malam hari tersebut menjadi kurang efektif karena mahasiswa sudah kelelahan akibat kuliah. Terlebih bagi beberapa mahasiswa yang memiliki jadwal kuliah padat.

Selain waktu, faktor lain yang menjadi masalah adalah kesulitan transportasi bagi beberapa mahasiswa. Tidak semua mahasiswa memiliki atau mampu mengendarai kendaraan bermotor. Sehingga opsi pilihan yang ada hanyalah transportasi online. Biaya transportasi online pun tidak murah, untuk menggunakan jasa tersebut mahasiswa harus merogoh kocek sekitar 60-120 ribu rupiah setiap harinya.

Bagi mahasiswa FH dan Fakultas Ekonomi UII yang letaknya cukup jauh dari rusunawa, bantuan transportasi oleh kampus tentu saja akan sangat membantu. Meskipun nantinya masih ada sebagian yang menggunakan kendaraan pribadi, namun setidaknya kampus mampu untuk menyediakan fasilitas demi memudahkan mahasiswa selama mengikuti pesantrenisasi. Selain masalah transportasi, perlu pula bagi pihak fakultas untuk memberikan keringanan waktu atas keterlambatan mahasiswa dalam perkuliahan selama masa pesantrenisasi. Mengingat pada masa-masa ini terkadang mahasiswa terpaksa mengorbankan perkuliahannya karena terlambat hadir.

Keberhasilan program pesantrenisasi memang sangat membutuhkan kerja sama antara DPPAI, pihak fakultas, dan tentunya mahasiswa.  Sehingga cita-cita UII untuk menciptakan lulusannya sebagai manusia yang Rahmatan lil alamin dapat tercapai.

*Penulis merupakan Kader LPM Keadilan periode 2017-2018.

Aprillia Wahyuningsih

Penulis merupakan Bendahara Umum LPM Keadilan Periode 2019-2020. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Bidang Penelitian dan Pengembangan LPM Keadilan periode 2018-2019.

3 thoughts on “Sulitnya Pesantrenisasi Pulang Pergi

  1. Chandra Izmi

    Nggak setuju dengan statement bahwa biaya transportasi online itu tidak murah. Menurut saya, justru dgn adanya transportasi online kalian jadi terbantu, dijemput benar2 di depan kost, naik kendaraan nyaman, diantar pun bisa request turun di kampus terpadu sebelah mana. Kayak gini kok dijadiin isu. Mahasiswa jaman now banyak maunya..

    • Biaya transportasi online memang relatif masih dapat terjangkau. Tapi, jika dilihat dari situasi bahwa beberapa mahasiswa terpaksa harus pulang-pergi Fakultas Hukum-UII terpadu yang jaraknya sejauh 16km tiap harinya, biaya yang dikeluarkan tentu saja sangat berat bagi mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Tulisan ini mengkritisi pesantren pulang pergi, bukan transportasi online. Salam 🙂

      • Chandra Izmi

        Kalo gitu judulnya geser dong. Mending lebih ke sistemnya yg membuat susahnya mahasiswa pulang-pergi. Salam juga.

Tinggalkan Balasan ke Chandra Izmi Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *