“Banyak generasi muda yang terdidik tapi tidak tercerahkan peduli pada bangsa,” ucap Hastangka selaku pemantik dalam acara Student Group Discussion.
Taman Siswa-Keadilan. Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LEM FH UII) bekerja sama dengan Forum Kajian Penulisan Hukum (FKPH) FH UII menyelenggarakan diskusi bertema, “Pengejawantahan Nilai-Nilai Pancasila di Tengah Redupnya Paham Kebangsaan dan Hilangnya Jati Diri Bangsa”. Penyelenggaraan diskusi berkonsep Student Group Discussion diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Kesaktian Pancasila. Diskusi yang merupakan kolaborasi ini diadakan di Ruang Sidang Utama gedung FH UII pada hari Sabtu (29/09/2018).
Acara ini dimulai dari pukul 09.00-14.30. Jumlah peserta diskusi berkisar 30 orang. Para peserta diskusi tidak hanya dipenuhi oleh mahasiswa FH UII namun juga oleh tamu undangan seperti mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Islam Negeri Kalijaga (UIN), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan teman-teman study club
Bagas Wahyu, selaku ketua Departemen Kajian Strategi LEM FH UII, mengatakan bahwa kegiatan diskusi ini tidak menggunakan kepanitiaan melainkan dengan tim kerja. Tim kerja yang dimaksud berasal dari FKPH Departemen Kajian dan Diskusi serta LEM FH UII Departemen Kajian Strategis. Ia mengatakan bahwa konsep awal acara ini adalah diskusi forum tertutup dengan kuota terbatas antara mahasiswa fakultas hukum, sosial politik, filsafat, dan pendidikan kewarganegaraan di Yogyakarta. Tapi karena jadwal para peserta yang diundang sedang bentrok dengan ujian tengah semester maka konsep diskusi berubah menjadi terbuka. Pada acara ini, Bagas berperan sebagai penanggung jawab diskusi.
Pemantik dalam dialektika ini ialah Hastangka, S.Fil., M.Phil yang merupakan peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada. Ia mengatakan bahwa diskusi ini bukan seminar namun seperti Indonesia Lawyer Club yang secara aktif memaparkan pemikiran tentang paham kebangsaan dan nilai-nilai pancasila versi generasi muda. Terdapat empat pembahasan yang diulas dalam acara ini. Pembahasan tersebut berkisar akan pentingnya peran mahasiswa dalam memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai paham kebangsaan.
Sesi pertama dalam diskusi ini membahas cukup jauh ke belakang, mulai dari zaman Hindia Belanda saat belum dikenalnya istilah organisasi dan pergerakkan mahasiswa. Hastangka juga mengingatkan bahwa dalam catatan sejarah, terdapat peran penting dari mahasiswa dalam melahirkan suatu negara kebangsaan yang menjadi dasar nilai Pancasila. “Banyak generasi muda yang terdidik tapi tidak tercerahkan peduli pada bangsa,” tambahnya.
Para peserta terlihat bersemangat dalam menyampaikan gagasan mereka atas pertanyaan yang diajukan oleh pemantik. Semakin membuat suasana forum menjadi semakin aktif dan kaya akan opini. Menjelang sesi terakhir, pemantik meminta para peserta menuliskan lima tantangan terbesar kebangsaan. Diharapkan semua peserta dapat mengemukakan tantangan tersebut.
Bagas mengatakan hasil diskusi ini akan diteruskan menjadi karya yang akan dibuat oleh delegasi masing-masing mahasiswa sesuai dengan jurusannya. “Memang kami kirimkan surat undangan dan minta tolong kirimkan opini berupa esai dalam bentuk tulisan yang akan dibahas oleh mereka nanti,” ucap Bagas.
Salah satu peserta bernama Kintan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM menanggapi berlangsungnya acara tersebut. “Inklusifitasnya sangat terasa sekali karena dari mekanismenya kita dituntut untuk berbicara dan beropini. Opininya sangat luas banget sehingga memperkaya perspektif kita sebagai mahasiswa,” katanya. Dia mengharapkan ke depannya acara diselenggarakan tidak terlalu formal dan lebih terbuka lagi.
Kintan juga menjelaskan kekurangan acara ini adalah tidak hadirnya stake holder selaku pemangku kebijakan. Hadirnya stake holder diharapkan agar aspirasi yang disampaikan bisa diketahui secara langsung. Semacam hearing menghadirkan orang sesuai topik untuk dapat mengakomodir opini-opini.
Reportase bersama: Qurratu Uyun, Rizaldi Ageng