Minimnya Etika Penggunaan Media Sosial Berujung Pada Kekerasan Berbasis Gender Online

KBGO merupakan permasalahan pelik karena menyangkut sudut pandang dan pola pikir masyarakat yang telah lama menjaga kelanggengan hegemoni patriarki. KGBO merupakan konsekuensi dari masifnya penggunaan teknologi yang tidak disertai dengan pemahaman moralitas.

Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB menjadi salah satu upaya pemerintah dalam rangka menekan angka laju pesebaran virus COVID-19. PSBB mengatur mengenai imbauan untuk beraktivitas dari rumah. Karena aktivitas banyak dilakukan dari dalam rumah, akhirnya hal ini pun membawa implikasi terhadap berbagai tatanan seperti perekonomian, sosial-budaya, dinamika pendidikan, hingga berdampak pada perubahan perilaku kebiasaan di dalam masyarakat.

Salah satu perubahan di tatanan masyarakat adalah pola komunikasi yang lebih masif di media sosial. Namun penggunaan media sosial tanpa disertai dengan pemahaman moral membawa dampak yang lebih kompleks. Akibatnya, kejahatan maupun perilaku intimidasi, kekerasan, dan bullying konvensional berubah menjadi kejahatan dalam bentuk digital. Kejahatan dalam bentuk digital dapat kita lihat dari lahirnya fenomena KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Online.

KBGO adalah kekerasan yang secara spesifik ditujukan pada seseorang berdasarkan gender yang difasilitasi oleh teknologi. Menurut Catatan Akhir Tahun 2020 Komnas Perempuan, terdapat peningkatan kasus KBGO sebesar 200 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Terbukti dari mencuatnya kasus karyawan salah satu rumah makan yang diam-diam menguntit dan memotret pelanggan perempuan yang sedang berada di toilet, kasus perundungan terhadap gender dan transgender, kasus penipuan berkedok aplikasi dating online, menyebarnya video skandal artis, hingga kasus intimidasi “jarik”.

Ruang Aman Bagi Perempuan

Meskipun emansipasi, paham feminis, menolak patriarki, atau tagline “women support women” telah tersebar dan berkumandang, namun pada kenyataanya perempuan masih kerap kali mendapatkan perlakuan berunsur kekerasan. Perempuan menjadi gender yang paling beresiko menerima kejahatan maupun kekerasan di ranah maya, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga akan menerima hal yang sama. Survey dari Lembaga Awas KBGO juga membuktikan bahwa korban KBGO terdiri dari 55 persen perempuan dan 79 persen laki-laki yang masih bertindak pasif serta tidak tahu harus berbuat apa. Laporan tersebut juga memberikan rincian bahwa hanya 11 persen perempuan dan 5 persen laki-laki yang mendokumentasikan kejadian tersebut.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, situasi pandemi COVID-19 melanggengkan hegemoni patriarki dan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan pada perempuan berubah dari konvensional menjadi kekerasan yang lebih berkembang dan kompleks.

Seorang psikolog Amerika bernama Abraham Maslow pernah mengemukakan sebuah teori tentang hierarki kebutuhan. Hierarki kebutuhan Maslow berbentuk segitiga dengan susunan berjenjang dari bawah sampai ke atas adalah kebutuhan fisiologis, rasa aman, kepemilikan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Jika dari jenjang paling bawah kebutuhan manusia telah terpenuhi, maka kebutuhan mereka selanjutnya berada pada tingkatan jenjang yang atas. Semakin tinggi jenjang kebutuhan terlampaui maka akan semakin sedikit kebutuhannya karena kebutuhan yang lain dianggap sudah terpenuhi. Dari teori ini, dapat kita lihat bahwa KBGO merupakan sebuah tindakan yang dapat mengancam kebutuhan nomor dua manusia, yakni rasa aman.

Pada kasus KBGO, ketika seseorang mengalami keinginan untuk memenuhi keinginan fisiologis mereka, jenjang kebutuhan mereka bergerak ke atas, yakni kebutuhan akan rasa aman. Berdasarkan data meningkatnya KBGO sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, KBGO yang rata-rata terjadi pada wanita, membentuk sudut pandang kebutuhan pada rasa aman ini sebagian besar hanya dialami oleh laki-laki. Maka dari itu, laki-laki selanjutnya dapat naik ke kebutuhan di atasnya. Sedangkan pada perempuan, sebagian besar dari mereka terhenti pada pemenuhan kebutuhan fisiologis karena mereka belum bisa memastikan apakah mereka telah mendapatkan rasa aman. Oleh karenanya, jenjang kebutuhan laki-laki cenderung bergerak ke atas.

Pentingnya Edukasi Etika dan Moral

Pada era digital, semua dituntut untuk melek dan paham terhadap teknologi, tetapi realitanya minim upaya edukasi etika serta moral dalam menggunakan teknologi. Pendidikan moral secara mendasar begitu penting apabila kita melihat kenyataan di media sosial yang terkadang menjadikan pelecehan sebagai bahan candaan, padahal hal tersebut sangat berdampak pada kondisi psikologis korban.

Moral dan etika dalam hubungan relasi sosial dengan orang lain di ranah dunia maya menjadi hal urgen dan harus dibina sejak dalam pikiran, mengingat arus globalisasi yang semakin tidak dapat dikendalikan. Andi Taher dalam jurnalnya yang berjudul Pendidikan Moral dan Karakter, mengungkapkan bahwa pendidikan karakter mencakup banyak hubungan relasi individu terhadap lingkungan sosial. Relasi tersebut dapat terjalin dalam pendidikan di rumah atau keluarga, sekolah, institusi, maupun melalui partisipasi individu di dalam jaringan sosial masyarakat yang lebih luas sehingga membentuk dan merubah seseorang. Untuk itu, edukasi moral dan pentingnya memberi pengetahuan bahwa kekerasan gender merupakan perilaku yang mencerminkan disintegrasi moral, akan membawa relasi hubungan yang lebih harmonis, humanis.

Problematika lain ketika minimnya edukasi moral adalah kurangnya partisipasi kesadaran kemanusiaan melalui wadah yang menampung pengaduan dan memberikan pendampingan secara mendalam terhadap korban. Biasanya korban akan merasa malu apabila melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwenang. Lebih parah lagi, korban malah disalahkan atas perbuatan yang menimpanya.

Upaya Penyadaran Kolektif Untuk Memerangi KBGO

KBGO merupakan permasalahan pelik karena menyangkut sudut pandang dan pola pikir masyarakat yang telah lama menjaga kelanggengan hegemoni patriarki. KGBO merupakan konsekuensi dari masifnya penggunaan teknologi yang tidak disertai dengan pemahaman moralitas.

Peran laki-laki dan perempuan sangat penting demi meminimalisir terjadinya KBGO. Gerakan yang dibangun antara laki-laki dan perempuan untuk membina hubungan humanis tentu memerlukan adanya kesadaran diri sendiri. Kesadaran diri sendiri perlu dibangun melalui pengetahuan dan edukasi. Keterlibatan laki-laki pun sangat penting dalam menangani kekerasan gender, terlebih dalam kampanye sosial. Adanya women crisis center juga akan memberi dampak signifikan bagi perkembangan upaya preventif KBGO.

Kampanye melawan KBGO sejatinya telah masif diupayakan oleh lembaga-lembaga tertentu, namun terkadang isu ini menjadi sesuatu yang sensitif. Isu feminisme di Indonesia saja masih menuai pro dan kontra, sebab sebagian besar masyarakat dan pemerintah masih berkontribusi melanggengkan praktik hegemoni patriarki. Oleh karenanya, harus ada edukasi secara masif mengenai moralitas maupun pentingnya menjaga martabat manusia lain dalam hubungan relasi.

Indoktrinasi menggunakan pemahaman ideologi atau moralitas juga dapat dijadikan opsi. Melalui pemahaman ideologi secara radikal dengan landasan data-data valid dan konkrit, tentu akan membentuk individu yang mempunyai landasan berpikir kuat serta tidak mudah terperdaya.

Kampanye edukasi moral secara masif perlu didukung oleh semua pihak, termasuk pemerintah. Riset, penyuluhan, dan sosialisasi bagi masyarakat juga harus diperhatikan. Peran aparat serta pejabat struktural tentu harus memberikan edukasi hingga ke tingkat paling bawah, agar tidak terjadi ketimpangan sosial ketika si kuat justru diuntungkan oleh kebijakan pemerintah dan si lemah yang mengalami kerugian semakin jatuh ke lautan penderitaan. Ibaratnya, sudah jatuh, tertimpa tangga pula, prinsip moralitas dan keadilan harus dijadikan acuan dalam membuat kebijakan.

Pada akhirnya, kebijakan mengenai KBGO akan berjalan efektif apabila dalam praktiknya setiap warga masyarakat taat pada ketentuan batasan-batasan norma. Pentingnya kesadaran masyarakat merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan sebuah kebijakan. Namun pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, perlu ada keselarasan bersama masyarakat. Maka sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan bersama, demi kepentingan rakyat dan bangsa.

Vania Lutfi Safira Erlangga

Penulis merupakan Pimpinan Bidang Pengkaderan Periode 2021-2022. Sebelumnya adalah Staf Bidang Pengkaderan Periode 2019-2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *