Mengkritik Polisi Lewat Papan Reklame

http://lpmkeadilan.org/wp-content/uploads/2018/05/Webp.net-resizeimage-3.jpg

Film                 :          Three Billboards Outside Ebbing, Missouri

Sutradara         : Martin McDonagh

Genre              :           Drama dan Kriminal

Tahun              :           2017

Durasi              :           115 menit

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri adalah sebuah cerita tentang seorang ibu yang mencari keadilan untuk anaknya. Mildred Hayes—yang diperankan oleh Frances McDormand—sebagai ibu yang diceraikan suaminya, sangat berduka atas kematian anaknya, Angela Hayes. Kedukaannya bukan tanpa sebab, anaknya diperkosa dan tubuhnya dibakar oleh pelaku yang belum diketahui identitasnya.

Pada suatu pagi di Ebbing, Mildred  menyusuri jalan dengan mobil tuanya dari rumah hendak ke kota. Dalam perjalanannya, ia melihat tiga papan reklame usang yang terbengkalai begitu saja. Perasaan murung, sedih, dan marah akan peristiwa yang menimpa putrinya terasa jelas meskipun wajahnya terlihat tanpa emosi. Sesampainya di kota, ia langsung menuju biro reklame tersebut, bertanya kepada si manajer tentang harga sewa hingga kata-kata yang dilarang, dan sepakat untuk menyewanya selama setahun.

Saat malam paskah, sesuai kesepakatan papan reklame tua tersebut langsung dibenahi dan diganti oleh ‘iklan’ yang hendak dipasang oleh Mildred. Pada tiga papan reklame tersebut, terdapat pesan-pesan yang ditulis dengan latar belakang merah dan ukuran huruf besar. Pesannya berbunyi: “Bagaimana bisa, Kepala Polisi Willoughby?”, “Dan masih belum ada penangkapan”, “Diperkosa saat mati”. Di tiga papan reklame tersebut, Mildred ingin memberi kritik kepada para polisi atas ketidak becusan dalam menangani kasus putrinya. Hingga tujuh bulan berlalu, pelaku pembunuhan Angela masih saja berkeliaran dengan bebas. Tentu saja, pihak yang dikritik juga tidak tinggal diam. Polisi mulai mencari siapa dalang di balik pemasangan tiga papan reklame tersebut, hingga akhirnya mengarah ke Mildred.

Setelah diketahui siapa dalang di balik papan reklame tersebut, Kepala Polisi William Willoughby—Woody Harrelson—dan kepolisian langsung melakukan permintaan secara halus maupun kasar untuk menurunkan papan reklame tersebut. Pendekatan secara halus dilakukan  oleh Kepala Polisi Willoughby yang diam-diam sedang mengidap kanker, dengan cara berbincang bersama Mildred. Hingga secara kasar polisi memberikan ancaman fisik yang ditujukan kepada rekan kerja Mildred, namun makin membuatnya hilang respek. Warga Ebbing pun menentang keras adanya papan reklame itu, dikarenakan mereka percaya hal tersebutlah penyebab semakin parahnya penyakit Kepala Polisi yang sangat disegani di kota itu. Namun, adanya ultimatum-ultimatum tersebut tidak menggoyahkan langkah Mildred untuk tetap mencari keadilan bagi putrinya.

Film ini secara gamblang berkisah tentang perjuangan seorang ibu menuntut kejelasan dan keadilan dari pihak berwenang atas kematian putrinya yang tak kunjung ada titik terangnya. Dalam film ini, juga ditunjukkan realita betapa polisi bisa secara cepat menindaklanjuti perkara yang tidak ada urgensinya. Hal ini digambarkan dengan lebih sibuknya polisi menangkap orang–orang kulit hitam yang dianggap melakukan vandalisme, ketimbang perkara besar seperti dikatakan Mildred sebagai “Kejahatan yang sesungguhnya.”

Pada realitanya, anggota kepolisian kerap kali dipersepsikan secara negatif. Persepsi atau stereotip tersebut terbentuk oleh berita-berita kurang baik yang dilakukan oleh beberapa anggota polisi. Di Indonesia, pandangan umum terhadap kinerja polisi yang seperti ini, tercermin dalam kasus Novel Baswedan. Pihak kepolisian terkesan kurang tanggap dalam memberikan titik terang pelaku dan dalang atas kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK ini. Berbanding terbalik dengan kasus-kasus sepele seperti  pencemaran nama baik yang menimpa publik figur atau artis, polisi secara cepat mengusut pelakunya. Film ini seakan menjadi ilustrasi pandangan masyarakat terhadap realita yang terjadi, dan kecenderungannya akan melahirkan ketidakpercayaan kepada pihak kepolisian, seperti dialami oleh Mildred.

Film berdurasi hampir dua jam ini memberikan cerita yang padat, sulit ditebak, tanpa terkesan bertele–tele. Karakter antar tokohnya digambarkan secara implisit dengan penggambaran emosi meskipun minim dialog. Selain itu, musik latar yang disajikan dengan apik menjadikan nuansa film garapan Martin McDonagh ini kental dengan drama kriminal.

Film ini dirilis di Amerika Serikat pada Desember 2017, dan berhasil meraih beberapa penghargaan. Di tahun 2018 sendiri, film ini berhasil meraih penghargaan Golden Globe sebagai kategori film drama terbaik. Pemeran film ini pun juga tidak meragukan, terbukti Frances McDormand menyabet dua penghargaan aktris terbaik di ajang Golden Globe dan Academy Award. Juga aktor pendukung Sam Rockwell –sebagai Jason Dixon— juga membawa pulang tiga penghargaan aktor pendukung terbaik dalam ajang Golden Globe, Academy Award, dan BAFTA.

Setelah keberhasilan film ini menjuarai berbagai penghargaan, kurang rasanya bila tak membahasnya lebih detail. Hal pertama yang dapat dibahas adalah alur terlalu cepat dalam film ini, walaupun ceritanya tidak bertele–tele, namun dapat berdampak akan kurangnya pemahaman penonton akan keseluruhan cerita. Selanjutnya pengenalan karakter baru dilakukan pada pertengahan cerita dapat menyebabkan kebingungan penonton dalam membedakan tokoh demi tokoh, khususnya para polisi yang berseragam sama.

Mengusung genre drama kriminal film ini lebih mengedepankan konflik emosional yang dialami para tokoh. Seperti, peran Mildred yang terkesan pemarah dan hobi menyumpah serapah, namun sesungguhnya ada perasaan murung serta depresi di baliknya. Juga, Kepala Polisi Willoughby walaupun tegas tapi menyimpan kelembutan hati. Namun sayangnya, film ini tidak dapat dinikmati semua kalangan, karena beberapa bagian menampilkan adegan kekerasan fisik dan verbal yang tak pantas jika dicontoh oleh anak di bawah umur.

Kirana Nandika Ramaniya

Penulis merupakan Pimpinan Redaksi LPM Keadilan Periode 2019-2020. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Bidang Redaksi LPM Keadilan, tepatnya sebagai Redaktur Online Periode 2018-2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *