“Kita kasih paham untuk orang tinggi, rakyat kecil juga bisa bersatu”. Ujar A, salah satu sopir ojol yang mengikuti unjuk rasa.
Yogyakarta–Keadilan. Ratusan sopir Ojek Online (ojol) beserta elemen mahasiswa dan masyarakat lainnya menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat malam, (29/08/2025). Aksi ini merupakan wujud solidaritas terhadap Affan Kurniawan, seorang sopir ojol yang tewas dilindas oleh mobil rantis polisi saat terjadi demo di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) pada Kamis, (28/08/2025).
Dipa, seorang relawan aksi menyatakan bahwa bahwa alasannya mengikuti aksi adalah kekecewaan terhadap ketidakadilan yang terus berulang. “Tiap tahun bahkan hampir tiap bulan selalu saja ada berita aparat melakukan pembunuhan tapi tidak pernah ada keadilan,” ujarnya. Menurutnya, aparat secara terang-terangan menindas rakyat hingga menyebabkan kematian, yang memicu kemarahan masyarakat.
Sopir ojol lain berinisial R menyatakan bahwa ia ikut aksi karena solidaritas terhadap rekan ojol yang ditindas, serta ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak masuk akal. “Peraturan yang mencekik itu banyak sekali, seperti apa-apa kena pajak, pajak naik terus,” katanya. Ia juga menyinggung bahwa para petinggi yang ada saat ini bisa menjabat karena dukungan rakyat, namun justru membuat kebijakan yang merugikan masyarakat.
Dipa melaporkan adanya peserta aksi yang terluka akibat tembakan peluru karet di tangan. “Terlihat ada luka robek dan untungnya tidak tembus, kalo kami tafsir ukurannya antara 8-10mm” ungkapnya.
Sementara itu, seorang sopir ojol berinisial A juga menyaksikan adanya peserta aksi lain yang tertembak peluru karet pada bagian kaki. “tadi korban langsung dibawa pake motor langsung keluar dari lokasi ini” katanya.
Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi ricuh akibat respons aparat kepolisian yang menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa. R menggambarkan bahwa massa aksi sudah damai, namun pada akhirnya menjadi ricuh, “Tapi enggak tahu (kenapa) akhirnya pecah (menjadi) kayak gini dan begitu arogannya polisi kepada kita, gas air mata, gas air matanya sangat bahaya.” jelasnya.
Hingga pukul 23.00 WIB, tarik-ulur antara massa dan aparat berlangsung, dengan massa yang memadati jalan ring road utara. Kalimat seperti “Polisi anjing, polisi pembunuh…” tak jarang dilontarkan oleh massa aksi yang mencoba bergerak maju.
Mengenai harapan dari aksi ini, A menginginkan peristiwa ini menjadi pelajaran bagi petinggi agar tidak bertindak semena-mena. “Bisa buat pengalaman buat kedepannya lah buat para petinggi biar tidak semena-mena,” tambahnya.
Sementara itu, R menyerukan revolusi dan berharap para pemimpin membuka mata terhadap kondisi rakyat. “Harapannya dari aksi ini ya semoga dari pemimpin negara kita juga harusnya ‘melek’, buka mata, gimana rakyat, gimana semua kota lho,” ujarnya.
Liputan bersama: Dewi Rahmawati, Khrisna Adam Yustisio, dan Sri Indah Lestari.