Categories Berita LPM Keadilan

Mahasiswa FH UII Keluhkan Sistem KRS: Kuota Terbatas, Mata Kuliah Pilihan Sulit Didapat

Proses Key-in KRS menuai keluhan dari mahasiswa angkatan 2022. Penerapan model semi-paket dengan kuota terbatas membuat banyak mahasiswa kesulitan mendapatkan mata kuliah pilihan mereka. Kondisi ini memicu keresahan karena berpotensi menghambat perencanaan akademik mahasiswa.

Yogyakarta – Keadilan. Proses pelaksanaan pemilihan untuk menyusun Kartu Rencana Studi (KRS) kembali menjadi tantangan bagi mahasiswa, terutama dalam memilih mata kuliah peminatan. Terbatasnya kuota menyebabkan persaingan ketat, bahkan beberapa kelas telah terisi penuh hanya dalam hitungan menit. 

Mahasiswa angkatan 2022 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menjadi salah satu yang paling terdampak akibat penerapan sistem key-in KRS semi-paket. Dalam model semi-paket ini, mahasiswa angkatan 2022 mendapatkan jatah 23 SKS dengan 15 SKS yang telah diisikan oleh pihak prodi, sementara 8 SKS lainnya harus diperjuangkan dalam sistem pemilihan berbasis kuota. Namun, keterbatasan jumlah kelas membuat banyak mahasiswa gagal mendapatkan mata kuliah pilihan yang mereka minatkan.

Meskipun sudah mempersiapkan diri dengan baik, seperti menyusun daftar mata kuliah yang ingin diambil dan memastikan koneksi internet stabil, banyak mahasiswa merasa tetap kesulitan. 

Persaingan yang Ketat

Zula mengungkapkan bahwa dalam waktu sekitar delapan menit setelah sistem dibuka, ia sudah kehabisan kelas yang diinginkan. “Mata kuliah yang tersedia saat KRS itu lebih sedikit dibanding saat revisi. Sekitar delapan menit lebih, saya sudah tidak dapat kelas yang saya mau,” ujarnya.

Meski terdapat penambahan kelas pada periode revisi, persaingan justru semakin ketat. “Lebih dari tiga menit saja, kelas yang saya pilih sudah penuh. Padahal, saya sempat mengosongkan isian KRS untuk memilih ulang,” tambah Zula.

Bentario, mahasiswa lainnya, berbagi pengalamannya saat proses key-in KRS. Walaupun sudah mempersiapkan jaringan internet terbaik serta mengambil izin magang sehari untuk fokus key-in, hasilnya tetap tak sesuai harapan. Ia terpaksa memilih mata kuliah secara asal karena kelas yang diinginkan sudah penuh. “Jarak dari Hukum Islam ke Kemahiran itu nggak sampai tiga menit saja sudah penuh.” katanya. 

Hal tersebut menunjukkan tingginya animo mahasiswa untuk mendapatkan kelas yang diinginkan. Beben menambahkan bahwa mata kuliah pilihan sering penuh karena kerap kali jadwalnya berbenturan dengan yang dipaketkan. “Otomatis yang kamu (prodi) paketkan ini bentrok sama (mata kuliah pilihan) yang tersedia, nah (mata kuliah pilihan) yang tersedia ini banyak yang ambil karena tersedianya itu aja.” ungkap Beben.

Tidak ada Pra Key in dan Sosialisasi

Mahasiswa angkatan 2022 melaksanakan key-in KRS tanpa adanya simulasi atau pra key-in seperti tahun-tahun sebelumnya. Menurut Bentario, meskipun tidak ada simulasi, hal ini tidak terlalu memengaruhi mahasiswa secara umum karena sebagian besar tidak gaptek. Ia berkomentar, “Menurut saya sih, kita kan nggak gaptek ya jadi nggak ada juga nggak apa-apa. Menurut saya nggak begitu berpengaruh.”

Namun, Haidar menyebutkan bahwa ketiadaan pra key-in berdampak pada beberapa mahasiswa. “Beberapa teman sedikit terdampak. Soalnya kan itu memang sebagai patokan kita untuk menentukan apakah jadwal mata kuliah yang kita ambil itu tabrakan sama yang sudah disediakan pihak fakultas,” katanya. Ia menilai pra key-in penting karena membantu mahasiswa membandingkan jadwal agar proses key-in tidak terlalu rumit.

Di sisi lain, Andita menekankan pentingnya adanya sosialisasi dan pra key-in dalam proses penyusunan KRS untuk menghindari kebingungan mahasiswa. “Kalau memang mau setengah dipaketkan, setengah war ya sudah nggak apa-apa, tapi adakan sosialisasi dan pra key-in biar orang nggak bingung.” Menurutnya, hal ini dapat membantu mahasiswa memahami sistem dan jadwal yang ada agar proses key-in KRS menjadi lebih terstruktur.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, memberikan penjelasan terkait keputusan untuk tidak mengadakan pra key-in bagi angkatan 2022, yang berbeda dari angkatan-angkatan sebelumnya. Menurut Dodik, keputusan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan penting.  “Satu, kami melihat sebagian besar mata kuliah angkatan setelah 2022 sudah tersusun dalam bentuk paket. Jadi, pra key-in bisa lebih dimaksimalkan untuk mahasiswa yang menggunakan sistem paketan,” jelas Dodik.  

Dodik juga menyampaikan bahwa praktik dalam pra key-in sebelumnya sering menimbulkan masalah. “Banyak mahasiswa yang hanya memasukkan mata kuliah ke dalam keranjang tetapi tidak mengklik key-in. Ini menyebabkan mahasiswa lain, terutama angkatan bawah, menjadi kesulitan untuk mendapatkan slot,” tambahnya.  

Terkait sosialisasi, Dodik, memberikan perhatian khusus terhadap keaktifan mahasiswa selama proses sosialisasi. Ia mencatat bahwa partisipasi mahasiswa sering kali rendah, terutama ketika kegiatan sosialisasi dilakukan secara daring. “Kalau kami sosialisasi, banyak yang off cam, dan menurut pandangan kami dari segi efektivitas, itu tidak efektif,” ujar Dodik.  

Dodik mendorong mahasiswa untuk lebih aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan sosialisasi agar informasi yang disampaikan dapat lebih dimengerti dan berdampak positif. Dengan meningkatkan keaktifan, sosialisasi diharapkan menjadi lebih bermakna dan relevan untuk seluruh civitas akademika.

Harapan Mahasiswa

Andita menyampaikan bahwa dirinya tidak keberatan jika fakultas ingin menerapkan sistem paket penuh, tetapi ia menilai sistem yang setengah paket dan setengah pilihan justru membingungkan mahasiswa. “Kalau mau paket, ya dipaketkan saja semuanya. Kalau memang setengah-setengah, harus ada sosialisasi sebelumnya, semacam pra key-in, biar mahasiswa tidak bingung,” ujarnya.  

Ia juga menyoroti adanya jadwal kelas yang saling berbenturan, sehingga mahasiswa kesulitan menyesuaikan mata kuliah yang ingin mereka ambil. “Banyak kelas yang jadwalnya bentrok, terutama teman-teman di kelas L. Jadwal mereka jadi kurang ideal,” tambahnya.  

Sementara itu, Bentario, berharap sistem KRS ke depan lebih memberikan kebebasan bagi mahasiswa dalam menentukan mata kuliah yang mereka ambil sesuai dengan kemampuan masing-masing. “Mahasiswa harus diberikan kebebasan untuk memilih apa yang akan mereka pelajari di semester ini, sesuai dengan kemampuan mereka. Tidak semua mahasiswa memiliki kondisi yang sama, ada yang mungkin tidak mampu mengambil banyak mata kuliah berat karena faktor kesehatan atau hal lainnya,” ungkapnya.  

Ia juga menekankan bahwa pilihan mata kuliah seharusnya lebih bervariasi dan tidak dibatasi secara ketat, agar mahasiswa dapat menyusun jadwal mereka dengan lebih fleksibel. “Jangan dipersempit, biarkan mahasiswa memiliki banyak pilihan,” tegas Beben. 

Dodik, memberikan tanggapan terkait sistem key-in yang saat ini diterapkan di FH UII. Menurutnya, sistem yang ada saat ini sudah cukup ideal dan tidak memerlukan pembaruan signifikan. Namun, Dodik menekankan perlunya pengawasan yang lebih baik, terutama melalui kerja sama antara mahasiswa dan pihak akademik.  “Pembaruan saya kira tidak perlu, karena sistem kami sudah sangat baik. Hanya saja pengawasan perlu ditingkatkan, khususnya dari mahasiswa dan pihak kami sendiri,” jelas Dodik.

Selain itu, Dodik menyoroti tantangan besar yang dihadapi mahasiswa angkatan 2022. Menurutnya, mereka harus bersaing dengan mahasiswa angkatan atas yang masih aktif, seperti angkatan 2021 hingga 2018, dalam perebutan mata kuliah pilihan. Kondisi ini membuat sistem key-in membutuhkan pengawasan ekstra untuk memastikan proses yang adil bagi semua pihak. Dodik juga mengimbau mahasiswa untuk selalu menaati aturan yang ada demi menciptakan lingkungan akademik yang lebih sehat.

Liputan bersama: Mayang Nur Utari Agustin, Salsabiela Dhiya Amanda, Annisa Febriyanti, dan Sri Indah Lestari.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *