Aliansi Rakyat Bergerak Tolak Omnibus Law

massa aksi mendengarkan orasi di Jalan Gejayan (16/07/2020)

“Tujuan kita itu menggagalkan Omnibus Law, bukan menunda,”ujar Revo.

Yogyakarta-Keadilan. Ratusan massa aksi yang tergabung di dalam Aliansi Rakyat Bergerak melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis (16/7/2020). Aksi ini merupakan bentuk penolakan atas rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Revo selaku Hubungan Masyarakat Aliansi Rakyat Bergerak, menyatakan bahwa aksi ini dilatarbelakangi dengan adanya keresahan warga Yogyakarta terkait pengesahan Omnibus Law ditengah-tengah krisis pandemi. “Pandemi ini seakan-akan dibajak oleh para oligarki atau para elit politik, elit bisnis yang kemudian memanfaatkan pademi ini untuk berusaha mengesahkan RUU Omnibus Law yang nyata-nyatanya sudah sangat jelas menyengsarakan rakyat,” ujarnya.

Aksi dengan jargon #GagalkanOmnibusLaw ini diawali dari bundaran Universitas Gadjah Mada. Selanjutnya massa aksi menuju pertigaan Gejayan untuk melakukan orasi. Dalam aksi kali ini, Aliansi Rakyat Bergerak tidak hanya mengangkat isu penolakan terhadap Omnibus Law, namun juga terkait buruh, biaya kuliah semasa pandemi, kekerasan seksual, hingga mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Papua.

Walau aksi diadakan dalam masa pandemi, namun para peserta tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Selama orasi berlangung, jaga jarak dilakukan dengan pembuatan lingkaran di jalan dengan kapur sebagai tanda untuk tempat duduk masing-masing peserta aksi. Dalam orasinya, beberapa orator juga menghimbau supaya massa aksi tetap saling melindungi dengan menerapkan protokol kesehatan. “Bukannya kita mengikuti anjuran dari pemerintah, tetapi karena kita lebih sayang dengan kesehatan kita sendiri,” ujar salah seorang orator.

Setelah menduduki jalan Gejayan, sekitar pukul empat sore massa aksi bergerak menuju ke pertigaan pasar Demangan untuk melakukan orasi lanjutan sekaligus menyampaikan pesan kepada para pengguna jalan. Dalam orasinya, berulang kali orator menyatakan mosi tidak percaya kepada para elit politik borjuasi.

Dalam pembacaan sikap yang berjudul ‘Pandemi Dibajak Oligarki Lawan Rezim Rakus Gagalkan Omnibus’, Aliansi Rakyat Bergerak memaparkan beberapa hal mengenai situasi di dalam negeri, khususnya selama pandemi melanda. Beberapa hal yang dipaparkan antara lain: selama masa pandemi, masyarakat Indonesia tidak hanya dihadapkan dengan krisis kesehatan, tetapi juga krisis ekonomi dan meningkatnya angka kemiskinan. Hal tersebut diakibatkan oleh kelalaian pemerintah dalam menangani pandemi. Ditambah lagi DPR RI yang mengkhianati mandat publik dengan tidak menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Sekitar dua juta buruh terkena pemutusan hubungan kerja, krisis pangan terjadi di semua daerah, tingkat kemiskinan naik 9,22 persen, 30 juta jiwa rakyat Indonesia diambang kemiskinan. Dalam situasi pelik rezim terus merugikan rakyat dengan berbagai kebijaknnya, seperti menaikkan iuran BPJS, melanjutkan pembangunan ibukota baru, memboroskan APBN untuk membangun infrastruktur, dan memaksakan untuk membahas Omnibus Law.

Terdapat tujuh tuntutan dari massa aksi, yakni:

  1. Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja;
  2. Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan, dan upah yang layak untuk rakyat terutama disaat pandemi;
  3. Gratiskan uang kuliah tunggal/sumbangan pembinaan pendidikan dua semester selama pandemi;
  4. Cabut UU Minerba, batalkan UU Pertanahan, dan tinjau ulang RUU Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (RKUHP);
  5. Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS);
  6. Hentikan dwi fungsi POLRI karena saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja;
  7. Menolak Otonomi Khusus Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer, mengusut tuntas pelanggaran hak asasi manusia dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya.

Aksi yang juga dilakukan serentak di berbagai daerah ini akhirnya membuahkan hasil. Audiensi antara perwakilan massa aksi di Senayan dengan pihak DPR RI menghasilkan beberapa poin sebagai berikut :

  1. Tidak ada pengesahan di Paripurna pada 16 Juli 2020.
  2. Pembahasan RUU Cipta Kerja Omnibus Law baru satu per delapan bagian dari keseluruhan RUU Cipta Kerja, dan baru membahas soal Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
  3. Keputusan untuk apakah DPR akan melanjutkan pembahasan atau tidaknya akan dibahas di rapat pimpinan setelah reses yang akan berakhir pada 14 Agustus.
  4. Pimpinan DPR berjanji tidak akan ada persidangan untuk membahas RUU Cipta Kerja Omnibus Law selama masa reses.

Bagi Revo, penundaan pengesahan Omnibus Law ini merupakan kemenangan kecil. Tetapi ia juga mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai. “Tetapi lagi-lagi tujuan kita itu menggagalkan Omnibus Law, bukan menunda,” tegasnya. Soal tindak lanjut mengenai aksi ini, ia menyatakan bahwa Aliansi Rakyat Bergerak akan mengadakan aksi lanjutan hingga RUU tersebut gagal atau batal disahkan.

Alif Rifki, salah seorang massa aksi mengungkapkan pendapatnya mengenai Omnibus Law, “Sebuah produk kebijakan yang berbentuk undang-undang yang isinya tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat,” terangnya. Ia juga berharap gerakan Aliansi Rakyat Bergerak untuk terus dapat mengawal isu ini, “semoga gerakan ini konsisten dan makin solid kedepannya. Sampai gagal pokoknya.”

Yance, salah satu koordinator lapangan aksi, juga menyampaikan harapannya terkait cita-cita rakyat Indonesia. “Harapannya, dengan aliansi ini kita bisa gagalkan Omnibus Law, (mewujudkan) cita-cita, dan harapan semua rakyat Indonesia maupun Papua,” tutupnya.

Erlang Wahyu Sumirat

Penulis merupakan Pemimpin Umum LPM Keadilan periode 2021-2022. Sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Bidang Redaksi LPM Keadilan tepatnya sebagai Staf Foto dan Desain Periode 2019-2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *