Polemik Turunnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Tenaga Kerja Asing

esai

Oleh: Kris Listiani Safitri*

Pendidikan merupakan suatu wadah yang dapat meningkatkan kecerdasan dalam berpikir seorang individu. Dengan adanya pendidikan, seseorang akan aktif untuk mengembangkan otak guna berekspresi dan berpikir kreatif mengenai suatu hal. Bukan hanya itu saja, tetapi juga dapat berpikir kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi seiring dengan tingginya pendidikan yang dimiliki. Pendidikan juga merupakan salah satu tolok ukur penentu kemajuan suatu bangsa.

Sumber daya manusia yang berkualitas biasanya menandakan kemajuan suatu bangsa. Seorang yang  berpendidikan tinggi tentu akan berpikir logis ke depan untuk kehidupannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Mereka tidak hanya mau menerima apa yang terjadi sekarang, tetapi mereka akan memikirkan inovasi ke depan di mana kehidupannya akan jauh lebih baik dari sebelumnya.

Sayangnya, taraf pendidikan pekerja Indonesia masih belum maksimal. Para pekerja Indonesia yang sering disebut sebagai buruh biasanya hanya lulusan Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan. Hal inilah yang menjadikan pemikiran mereka belum sepenuhnya mampu menganalisis suatu permasalahan dengan berpikir logis. Ini terjadi ketika ada suatu permasalahan yang menyangkut tentang ketenagakerjaan, maka mereka akan mudah terprovokasi dan melihat suatu permasalahan hanya dari satu sudut pandang saja yaitu kesejahteraan kaum buruh itu sendiri.

Hari Buruh jatuh pada tanggal 1 Mei. Umumnya, kaum buruh akan turun ke jalan menyampaikan aspirasinya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang hak-hak mereka yang belum terpenuhi. Tahun 2018, kaum buruh menyampaikan aspirasinya mengenai ketidaksepakatan terhadap ketetapan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Hal ini tentu beralasan, karena kaum buruh merasa khawatir jika nantinya peraturan ini bukan hanya akan  memudahkan investasi melainkan juga mempermudah masuknya pekerja kasar ke dalam negeri. Hal ini dapat menggeser kaum buruh di Indonesia.

Kondisi ini diperparah dengan adanya masukan-masukan pendapat oleh oknum yang tidak bertangung jawab yang bertujuan untuk memprovokasi kaum buruh. Penyebab mereka mudah terprovokasi karena pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SMA. Sehingga pemikiran mereka yang belum kritis dan ketidakmampuan untuk menganalisis suatu permasalahan menjadikan mereka menelan mentah-mentah apa yang dikatakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Sikap analisis dan berpikir logis bisa didapat oleh kaum buruh jika mereka mampu mencapai tingkat pendidikan tertinggi yaitu perguruan tinggi. Di perguruan tinggilah  individu akan dilatih untuk mulai berpikir kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai  permasalahan. Taraf pendidikan yang tinggi juga berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia. Dengan tingginya taraf pendidikan individu, kemampuan yang dimiliki tentunya dapat  bersaing dengan pekerja asing.

Perpres TKA yang ditetapkan pada tanggal 26 Maret 2018 oleh Presiden Joko Widodo dimaksudkan untuk mempermudah dalam atau penyederhanaan dalam administrasi prosedural. Perpres ini bertujuan untuk menunjang perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi. Hal ini dipertegas oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa Perpres tersebut tidak akan mematikan pekerja lokal melainkan semata-mata untuk mendongkrak perekonomian di tanah air. Menurut Jusuf Kalla, investor akan menanamkan modalnya di tanah air sejalan dengan masuknya TKA ke Indonesia. Pekerja asing yang masuk pun adalah pekerja asing yang memiliki skill dan profesional untuk mengajarkan teknologi dan inovasi kepada tenaga kerja dalam negeri

             Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri juga mengatakan bahwa penerbitan Pepres ini adalah untuk membuat proses perizinan lebih mudah, lebih cepat, akuntabel, dan lebih efektif. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang sebelumnya diatur juga tidak lagi sekarang, jika memang masa kerjanya cukup singkat. Proses pengurusan Visa Tinggal Terbatas (Vitas) yang sebelumnya dilaksanakan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan perpanjangannya melalui Direktorat Jenderal Imigrasi juga dipindahkan di tempat pemeriksaan Imigrasi yang merupakan izin tinggal untuk bekerja bagi TKA. Proses pun jadi lebih cepat dan sistem lebih diperkuat antar kementerian ke dalam online single submission (OSS). Hal ini pula yang menjadikan sistem perizinan Visa Tinggal Terbatas (Vitas) dan Izin Tinggal Terbatas (Itas) menjadi satu. Jadi, jelas bahwa pemerintah menurunkan Perpres bukan untuk mempermudah masuknya pekerja asing ke Indonesia atau pekerja asing unskilled worker yang masif melainkan hanya untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri juga mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan ditetapkannya Perpres TKA yang menggantikan Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2014 oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya, percayakan saja hal ini pada Pemerintah, tentu pemerintah juga sudah cukup paham mengenai ketenagakerjaan. Pemerintah juga tidak akan menjadikan para pekerja asing unskilled worker memenuhi Indonesia dan menggeser para pekerja Indonesia. Perpres ini hanya soal investasi yang dapat menunjang pertumbuhkan perekonomian negara di bidang industri sehingga berujung pada kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, kaum buruh harus  paham dengan Perpres TKA yang ditetapkan oleh pemerintah. Kaum buruh harus mencoba menganalisis suatu permasalahan dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Berpikir logis dan berprasangka baik pada pemerintah adalah kuncinya. Pemerintah juga seharusnya melakukan sosialisasi mengenai perpres ini pada kaum buruh sehingga mereka lebih mudah menerima dan tidak terjadi kesalahpahaman pengertian di masyarakat.

  • Penulis berdomisili di Brebes. Tulisan ini sendiri merupakan salah satu pemenang 10 besar lomba HUT44Keadilan. Ide dan substansi yang dipaparkan dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

LPM Keadilan

Lembaga Pers Mahasiswa Keadilan atau LPM Keadilan merupakan suatu organisasi yang didirikan sejak tahun 1974 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *